mari mencari kita mencari..

Selasa, 23 Juni 2009

mereka yang akan saya Rindukan

Mungkin selama di kota ini saya merasakan berbagai macah hal yang paling menyenangkan sampai hal-hal yang membosankan sekalipu, kepuasan yang menampakan keseimbangan antara kegembiraan kesedihan, kebosanan dan kerinduan.

Mungkin banyak orang disini menganggap saya freak dalam menanggapi kehidupan kota ini, namun memang saya akui lama-kelamaan kota ini seakan menceritakan semua sisi negatif dan positif sebagai acuan saya berkembang mengikuti alur yang telah kota ini sediakan.

Mungkin sudah terasa terbiasa dan beberapa akhir terakhir ini saya sering memikirkan apa yang telah terjadi sebelum cerita ini dimulai, seorang anak SMA yang masih mencari jati diri, seorang anak remaja yang selalu mementingkan gaya dan kesenangan yang tidak selalu berpikiran panjang dalam berbagai hal, namun lama-kelamaan saya mempelajari dari segala pengalaman yang berdampak baik maupun positif dikehidupan sehari-hari, bahkan banyak sekali orang-orang yang seakan dikirim oleh tuhan untuk menunutun dan membimbing saya dalam keadaan apapun.

Biar bagaimanapun, mereka tergabung dalam satu poin yang mewarnai kehidupan, dan menyusun semua dari titik yang terendah hingga menjadikan hal-hal yang tadinya kecil menjadi sesuatu yang bernilai besar sampai saat ini.

ada beberapa orang yang selama saya tinggal dikota ini perannya tidak tergantikan, teman SMA yang entah ada dimana keberadaanya, terpencar diseluruh penjuru Indonesia dan kami hanya dapat menanyakan kabar dari facebook.

Saya adalah siswa yang lemah di beberapa pelajaran selama SMA, saya selalu mencari dimana sebaiknya saya mendapatkan tempat duduk dalam kelas dengan beberapa kali pemikiran bersama teman sebangku saya Aldo, pada awalnya Aldo tidak duduk sebangku dengan saya karena dia bersama tiga temannya duduk tengah sisi sebelah kanan kelas kami, sedangkan saya ada di sii kiri tengah kelas, bersama teman-teman saya yang lainnya, di kelas dua SMA saya memutuskan duduk bersama Aldo dan 3 orang temannya itu, saya merasakan perbedaan dalam menanggapi setiap pelajaran biarpun tidak banyak membantu, karena dibelakang kami duduklah empat anak yang dinilai memiliki penalaran yang lebih dari saya.

bukan hanya itu saja yang menjadi hal yang membuat barisan saya menjadi terlihat unik dimata saya, terdapat enam meja disetiap baris sisi kelas saya dan dan lima untuk dua baris ditengah, berarti masih tersisa dua meja di baris terdepan, dan inilah yang selalu menjadi daya tarik, di sebuah baris diujung kelas selama dua tahun berturut-turut dikelas ini. sisi positif tidak akan dinamakan positif bila tidak ada sisi negatif, maka dari itulah empat gadis ini sering saya sebut dalam hati, pengganggu dunia akhirat, hehe mungkin agak berlebihan ya, baiklah saya ganti Ani dan kawan-kawan, mengapa saya menyebt mereka dalam hati, yah mungkin akan sangat berdampak negatif, karena sedikit saja ulah dari orang yang ada di dekat mereka terkadang bisa menjadi bumerang untuk menyerang dan membuat orang yang berulah itu kapok dengan apa yang akan terjadi pada mereka, bahkan bisa merembat ke teman sebangkunya atau tiga bangku kebelakangnya.

Ya mungkin itu yang menyebabkan Ahmad teman sebangku teman yang duduk dibelakang kami memutuskan pindah ke tengah kelas dan meninggalkan kami bersama edi yang menjadi hal yang terlalu banyak bercanda hingga membuat saya keteteran lagi dalam menangani pelajaran di semester dua kelas tiga SMA, hingga saya dan Aldo memilih duduk di baris paling depan kelas kami di depan Ani dan kawan-kawan, memang duduk didepan membuat saya menjadi lebih jelas dan mudah melihat kepapan tulis, dan menanyakan yang dirasa kurang saya mengerti pada guru mata pelajaran.

Namun ada solusi maka ada resiko yang harus saya tanggung, pada awalnya Aldo merasa kebaratan duduk didepan kelas karena dibelakang kami ada Ani, Tije, dini, dan Tiwi. namun tidak selalu hal-hal negatif yang saya selalu rasakan sejak duduk disana. Banuak juga hal-hal positif seperti mereka kadang membuat kulit wajah saya terlihat lebih kencang karena lebih banyakl tertawa atau tersenyum karena tingkah-tingkah dan becandaan mereka, tapi saya juga bisa beruning tentang pelajaran atau apa saja dengan mereka.

Ternyata masih banyak lagi hal-hal yang membuat saya, merasa rindu dan menginginkan hari-hari itu kembali lagi. teman-teman, guru, penjaga sekolah, adik kelas bila saja mereka membaca cerita ini, saya hanya bisa ucapkan terima kasih, saya tidak bisa memberi apa-apa bahkan sampai terakhir kita berjumpa, terima kasih telah ada dan menghiasi 3 tahun selama saya di SmA. without you I is nothing.

Bukan konsep

Cerita-cerita yang tercipta di blog ini memang berlatar belakang dari kehidupan saya berdasarkan cerita-cerita orang-orang yang menceritakan pengalaman dalam kehidupannya, tapi kebanyakan diantara cerita- tersebut hanyalah khayalan yang seakan-akan terjadi dalam imajenasi saya, bukan konsep melainkan sebuah kreasi natural yang tercipta dalam angan dan otak, sosok diri dalam ceritanya pun saya samarkan dari pengalaman orang aslinya, dan agak dilebih-lebihkan, sekali lagi hal-hal tersebut bukanlah sebiuah konsep akan masa depan yang saya akan tempuh, atau benar-benar menggambarkan diri saya yang sebenarnya.


Minggu, 21 Juni 2009

there's now way to back

Ini adalah minggu kedua saya berada di tempat ini, semua hal yang pada awalnya sangat sulit dirasa kini telah berubah menjadi sebuah alasan untuk tetap bertahan disini, biar hanya pergi ke kampus, belajar dikamar, pergi kewarung beli rokok dan kopi, dan kembali ke kostan dan duduk didepan laptop untuk mengerjakan tugas atau menulis diblog, tapi itu adalah kebebasan yang mungkin tak akan saya rasakan ditempat saya berasal.

semua telah berubah, sempat sesekali saya berimajenasi andai saja saya terlahir disini, apa mungkin saya akan selalu berpikiran seperti ini, selalu merasa nyaman bahkan Geri saja tidak selalu terlihat menikmati kehidupannya dikota ini, Geri adalah salah satu putra ibu Anissa pemilik kostan ini, dia baru saja lulus SMP, dia selalu bersilang pendapat dengan orang tuanya, entah mengapa dia selalu menunjukan sikap tidak kerasan hidup bersama orang tuanya, dia selalu ingin sekali tinggal bersama pamannya dijakarta, saya sempat bertanya padanya dimana tempat tinggal pamannya, ternyata tidak jauh dari rumah nenek saya di bintara, di daerah jakarta timur.

tapi biar bagaimanapun ibu Annisa adalah seorang ibu yang sabar menangani anak yang selalu bermainj diluar rumah seperti Geri, kadang dia mengirimkan kue-kue yang tidak habis setelah selesai arisan atau pengajian dirumahnya, bercerita tentang almarhum suaminya, dan anak keduanya Dwana yang jika dihitung-hitung umurnya sudah sebesar saya dan meninggal karena penyakit ginjal yang akut, saya selalu kasihan mendengar ceritanya, anak pertamanya Andes sudah menikah dan tinggal bersama isteri dan anaknya di Jogja. seperti ditinggal sendirian dengan anak yang tidak pernah mengerti perasaan ibunya pikir saya, namun Ibu anisa tidak terlihat menjadikan semua itu suatu beban, katanya "tinggal satu lagi tugas saya Ram, yaitu membuat Geri sekolah yang tinggi sampai sukses lalu saya hanya tinggal tersenyum melihatnya bahagia dengan kehidupan yang dia inginkan." sebuah kata-kata yang bijak dan selalu saya simpan dan saya akan katakan suatu saat nanti.

hari berganti hari, waktu terus berlalu, dari hanya diam dikamar dan membeli rokok dan kopi diwarung, sekarang sudah merasa dianggap warga disana, ikut kumpul bersama bapak bapak penggila game malam, haha seperti catur remi dan gaple, diajak main bola bersama anak-anak muda sana, sampai membantu menyiapkan acara hari kemerdekaan, kerja bakti,dan lain-lain. Ibu Anissa pun sering meminta bantuan saya menagih iuran kost lumayan dapet penghasilan dari itu sedikit-sedikit, dan lain-lain, namun semua kegiatan itu tidak mengganggu sama sekali kegiatan kampus dan studi saya disini, saya bisa menolak jika saya sedang sibuk mengurus tugas studi saya.

Tidak terasa sudah dua bulan disini, keadaan yang sudah berubah membuat saya semakin kerasan di sini, apalagi sudah banyak teman dan rekan sekampus yang akan selalu ada bila saya sedang kesulitan atau sedang bosan dan tidak ada pekerjaan di kostan, entah apa saya akan merasakan kebosanan dikota ini, kota yang lebih baik untuk disebut kota kembang ini.


perbedaan

sekarang saya sudah berada dikota yang telah saya inginkan, udara sejuk, tata kota yang lebih rapih dari kota sebelumnya, disana banyak sekali hal-hal yang dapat memberi ide untuk membuat sesuatu yang kreatif, tidak heran kota ini selalu menghasilkan seniman-seniman yang berkualitas dan handal, yah biarpun tidak sedikit pengecualian.

disini, ada banyak hal baru yang saya dapat, dari hal-hal yang menyenangkan, mengganggu, membosankan, dan menggugah minat untuk berkreasi, keadaan ekonomi saya disini pun tidak sebaik saat saya masih tinggal bersama orang tua saya, daat dikota asal saya selalu menghambur-hamburkan uang, waktu, sambil memanfaatkan semua fasilitas yang dimiliki dan disediakan oleh orang tua saya, tapi disini saya dipaksa belajar, untuk prihatin mengirit uang, dan harus selalu siap dengan apa yang ada.

biarpun begitu saya tidak pernah merasa terganggu oleh semua itu, semua saya jalani seolah saya terlahir sudah begini dari sananya, dan dengan cara inilah seharusnya manusia hidup, saya selalu melihat bebrapa rekan kampus yang lain yang selalu tebar pesona dengan segala fasilitas yang disediakan secara instant oleh orang tua mereka, namun saya tidak pernah tertarik untuk memiliki gaya hidup seperti mereka, saya selalu berpikir, apa yang akanmereka lakukan apabila suatu hari orangtuanya bangkrut dan mereka tiba-tiba harus menjalani hidup seprihatin seperti saya, apa mereka siap? pertanyaan itu selalu membayang diotak dan hati saya, membuat saya trauma bila memiliki kehidupan yang terlalu berlebihan dimata saya seperti itu, maka dari itu saya merasa bersyukur bila saya merasakan hidup pas-pasan seperti ini, justru terasa tidak ada beban, tak ada tuntutan untuk bergaya, berlagak atau mendapatkan hal yang selalu kita inginkan.

saya tinggal di sudut kota yang tidak terlalu jauh dari tempat kuliah saya, sengaja saya memilih dan tinggal ditempat kost di dekat kampus agar tidak terlalu memakan banyak biaya, kost-an saya terletak di sebuah komplek dengan gang-gang yang tidak terlalu besar, ya mungkin hanya bisa terisi satu mobil dan dua motor, warga disana memiliki tenggang rasa yang sangat tinggi biarpun saya bukan orang asli sini, dan hanya tinggal semantara dikota itu namun mereka selalu mengajak saya bergabung dengan organisasi karang taruna disana, saya benar-benar sangat kagum dengan kondisi yang ada disana, seperti ingin tinggal disana dalam waktu yang sangat lama, sangat berbeda dengan apa yang sudah saya alami selama 11 tahun di kota asal saya, karena saya sempat tinggal di daerah jakarta 7 tahun sebelum saya bertinggal di perumahan saya sebelum pergi ketempat ini, tidak ada warga yang saling membicarakan kevurukan setiap pagi di depan gerobak tukang sayur, pertengkaran antara ibu yang digosipi dan sibiang gosip, perbedaan pendapat yang bisa menghancurkan ideologi beragama yang mengharuskaagama n orang beraliran ini disini dan yang aliran lain disini, mereka sangat berbeda dengan apa yang terjadi disini.

dari segala pengalaman sehari-hari saya disini, saya selalu membuat kesimpulan bahwa "saling pengertian dan kekompakan serta saling menghargai adalah perekat suatu kebersamaan, biar kita sangat berbeda warna saling mengerti dan saling menghargai dan menghotmati akan membuat kita membuat kita serasa memiliki warna yang sama".

mungkin segala perbedaan yang selalu dibesar-besarkanlah yang menjadi suatu inti segala pecpecahan di segala penjuru dunia saat ini, apa akan ada hari dimana sikaya dan simiskin akan tertawa bersama, sikaya dan simiskin saling berbagi cerita dengan canda tanpa memikirkan perbedaan, tanpa harus menjaga imej mereka yang terasa terlalu mahal dan mewah intuk dijadikan bahan untuk berbagi..

semoga ada hari dimana kita bisa saling menhormati segala perbedaan, dimana sikaya dan simsikin, dan semua orang dengan segala perbedaanya saling tertawa bersama bertegur sapa berpelukan dan saling menghargai perbedaan yang mereka miliki.

Selasa, 09 Juni 2009

Jalan Hidup

cerita ini berawal dari perjalanan saya menuju kota kelahiran ibu saya, memang hari itu dingin sekali, hujan turun tak kunjung reda mengiringi saya berjalan menuju perempatan tempat angkutan umum biasanya menunggu penumpangnya, setelah berjalan cukup jauh hujan semakin deras dengan terpaksa saya berlari dengan basah kuyup dengan menggendong tas yang beratnya kira-kira 2 kilograman itu menuju perempatan 19a, ya saya biasa menyebut perempatan tersebut dengan pangkalan 19a karena 19a adalah nomor angkutan umum yang sering transit disana, tak terasa sudah tinggal sedikit lagi, sayapun melebarkan langkah saya menuju angkutan umum yang sudah menyalakan klaksonnya sejak tadi, dengan cepat saya masuk ke dalam mobil merah itu, kebetulan angutan itu kosong, dan saya bisa bersenderan disana, biasanya saya toron di tol timur tapi saya akhir-akhir ini lebih terbiasa naik kereta untuk berpergian jau, biarpun biayanya tidak terlalu jauh berbeda dengan bus tapi entah mengapa saya merasa nyaman untuk berpergian dengan kereta, mungkin karena saya terbiasa naik kereta saat berangkat dan pulang kuliah.

saya adalah mahasiswa universitas negeri yang berada di depok, pada awalnya saya tidak mau meninggalkan rumah dan memutuskan kost dijakarta, karena saya kurang terbiasa dengan kehidupan tanpa keluarga saya, namun karena melihat kondisi dan jarak tempat tinggal saya dengan kampus akhirnya sayua memutuskan untuk kost dijakarta.

tidak terasa saya tertidur di angutan umum tersebut hingga saya terlewat, yang tadinya ingin turun di stasiun malah terbawa sampai terminal, dengan terpaksa saya harus naik angkot lagi kestasiun.setelah sampai disana saya memesan tiket kereta ekonomi AC menuju bandung, hampir saja saya telat karena kereta akan segera lewat 2 menit lagi, dan saya menunggu disamping seorang ibu yang nampaknya ingin pulang kampung karena membawa barang-barang berat, kondisi stasiun saat itu sangat padat untung saja saya langung dapat tempat duduk, akhirnya kereta sampai juga, sayapun berdiri seraya memindahkan posisi tas saya kedepan, memang kereta yang saya naiki ini relatif aman karena penjagaannya ketat tapi langkah saya masih terlalu jauh untuk sampai ke pintu kereta, kesempatan untuk para pencopet untuk mengambil barang masih terbuka lebar.

akhirnya saya memasuki lorong gerbong kereta itu juga, saya duduk di dekat pintu kereta seraya menatap keluar, langit mendung yang tercampur langit senja masih saja terlihat indah kelabu biarpun saya ada dikota yang terkontaminasi polusi cukup tinggi ini, stasiun tampak semakin mengecil seraya kereta mulai menjauh meninggalkan kota bekasi, selalu saya terbayang kenangan indah yang saya rasakan dikota ini, biarpun saya hanya pergi untuk waktu yang yang tidak lama saya selalu memikirkan bagaimana jadinya bila saya tidak bisa kembali ke kota ini karena berbagai alasan tertentu, banyak sekali hal-hal yang saya lewati bersama sahabat orang tua saudara, hingga saya teringat masa kecil saya saat-saat saya tumbuh menjadi dewasa dan sampai saat ini saat saya harus meninggalkan semua itu untuk pergi ke tempat yang asing, tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya bahwa saya harus tinggal ditempat seperti disana.

lama kelamaan saya terbawa suasana gerimis hari itu, gemerincik air hujan diatapo gerbong kereta mengantarkan saya jauh kedalam tidur saya, sejenak saya tertidur terdengar suara petir yang membangunkan saya dari tidur, setelah saya terjaga saya segera menoleh ke kana dan kiri saya ternyata hanya tinggal sekitar sepuluh orangan di gerbong itu, termasuk bapak gemuk yang duduk disamping saya, dia menoleh kearah saya menampakan wajah yang tersipu lucu mungkin dia berfikir saya terhentak kaget saat saya mendengar petir tadi, dan diapun mencolek tangan kanan saya yang memegang tali ransel yang saya letakan dilantai gerbong, awalnya saya tidak mau menengok, saya berpikiran bapak itu memiliki maksud jahat kepada saya, dan saat dia mencolek saya untuk kedua kalinya bapak itu menyapa "hey, de jam berapa ya?" katanya huft saya merasa lega karena saya kira dia memiliki maksud jahat, "jam setengah tujuh pak" jawab saya sambil menunjukan wajah yang tersenyum sedikit, sambil mencubit tangan kiri saya memastikan bahwa bapak itu tidak menghipnotis saya, "haha bodoh" pikir saya sambil tersenyum sendirian, lalu bapak itu kembali menegur saya " kenapa de kok mesem-mesem sendirian gitu?tadi saat naik kereta nampak lesu sekali." katanya. "hoh gapapa kok pak" jawab saya sambil sedikit tertawa padanya, itulah awal perkenalan saya dengan pak Alfa, setelah pembicaraan itu saya ngobrol banyak soal kehidupan, berawal dari politik sampai ke masalah perfilman. ternyata wawasan pak Alfa inisangat luas, setelah kami lama mengobrol saya baru tahu kalau bapak ini adalah seorang wartawan suatu surat kabar yang terkenal dikota kami, dia bertujuan kebandung ingin meneliti sebuah universitas swasta yang ingin menggelar acara seni disana, kebetulan saya adalah penggemar musik begitupun dia kami langsung nambung begitu saja, yah normal lah kami menyukai selera musik yang sama, biar sudah memiliki seorang anak yang berusia seumuran saya ternyata pak Alfa ini memiliki selera musik yang tinggi.

setelah melalui pembicaraan yang panjang akhirnya kami menuju ke sebuah topik yang sebenarnya sangat tidak ingin saya bahas. dia menanyakan mengapa saya terlihat sangat gembira sedangkan saat saya menaiki kereta saya terlihat sangat datar?. saya akhirnya bercerita tentang kejadian yang seharusnya saya lupakan untuk selama-lamanya. ini sih sebenarnya kembali kepada cerita cerita cinta yang penuh dengan perdebatan dan akhir yang sangat menyedihkan, saya adalah orang yang baru mengenal cinta saat cerita ini baru dimulai, biarpun saya sudah beberapa kali menjalin hubungan namun saya masih belum menemukan apa sih arti dari makna cinta itu sebenarnya, sampai pada saat saya bertemu dengan seorang adik kelas saat saya kelas 3 sma, begitulah kami berkenalan, saling kirim pesan lewat handphone, jalan dan pergi ke bioskop, dan akhirnya kami menjalin komitmen untuk berpacaran, di bulan pertama saya sangat terasa indah, semua kami lalui bersama, semua kami jalani dan selesaikan dengan sangat mudah, segala hal berubah saat dibulan kedua karena saya berfokus pada ujian akhir sekolah saya, namun waktu untuk bertelepon dan bertemu sedikit berkurang, saat saya uan saya kira tidak ada yang berubah, semua jadi semakin tersasa berbeda saat dibulan ketiga sekal;igus bulan terakhir kami berpacaran dia menjadi semakin menjauh, ya awalnya saya maklumi karena dia sedang menuju proses Ujian semester bersertya ujian praktiknya, dan lama-kelamaan dia terus mencari alasan yang berbedsa dan beragam untuk tidak berkomunikasi dengan saya, dan konfliknya adalah saat dia berbohong pada saat terakhir kalinya kami bertemu di teras rumahnya saya bertanya ada apa sebenarnya? apakah kamu mau mengakhiri hubungan ini? dia mengaku tidak terjadi apa-apa semua berjalan seperti biasa, dan dia akhirnya menyuruh saya pulang karena ingin mengerjakan tuga, namun saat siang hari dia dia mengirim pesan yang menyatakan untuk berpisah entah karena alasan apa.. yang jelas mulai saat itu saya selalu mencoba untuk melupakannya mencoba untuk membencinya, dan tidak pernah sama sekali mempercayai akan adanya cinta, mulai pada saat itu pula saya selalu bersikap dingin dengan orang-orang tertentu dalam hidup saya, sehingga beberapa orang membenci dan memusuhi saya karena pilihan jalan hidup saya ini, semuanya saya ceritakan kepada pak Alfa dia adalah pendengar yang baik dan banyak memberi saran kepada namun hanya sepintas saja terbayang di kepala saya karena sangat berbenturan dengan sifat saya, diapun bercerita tenteang sebuah jalan hidupnya.

Alfa kecil lahir di menteng Jakarta, dia hidup dalam suasana keluarga yang terdengar nyaman karena dia saat lahir dia memiliki empat orang kakak, dan setelah itu dia memiliki dua orang adik, sebuah keluarga yang bahagia mengingat keluarga saya hanya terdiri dari lima orang termasuk dengan orang tua saya, namun tak seluruh keluarganya bisa menemaninya hingga dewasa, adik paling bungsunya meninggal saat dia sedang meneruskan pendidikannya di SMA, sedangkan ayahnya sudah pergi lebih dahulu karena penyakit kanker saat dia kelas 2 SMP, pak Alfa harus sudah membantu orang tuanya serta kakaknya untuk mencari uang untuk membantu membiayai pendidikan serta biaya hidup keluarganya sehari-hari, menimba air mengisi bak untuk mandi pagi keluarganya sehari-hari adalah suatu kewajiban yang dia sadari sendiri sejak masih di kelas 5 SD, kehidupannya dipenuhi pahit getir yang selalu datang silih berganti, diakibatkan utang dan kelakuan saudara-saudarinya yang beragam beruntunglah dia diasuh dengan baik oleh ibunya, Ibunya hanya seorang penjahit yanghanya dapat pelanggan dua atau tiga kali dalam sehari, maklum di daerah tempat tinggalnya saat itu sedang banyak-banyaknya orang embuka usaha jahit dan kuli cuci, berbagai pekerjaan telah dilakoninya, menjual permen, es, manjual koran yang menjadi cikal bakal cita-citanya hingga saat ini, wawasan yang luas karena pekerjaan itu membuat dirinya semakin termotivasi untuk maju dan selalu bangkit dalam setiap masalah dalam hidupnya.

Tak salah lah dirinya mendapatkan apa yang dirinya mau karena segala pengorbananya untuk keluarga sarta dirinya sendiri diiringi oleh ibadah yang rajin yang membuat dirinya selalu kuat.

biarpun begitu Alfa muda bukanlah orang yang tidak supel dalam bergaul. biarpun dirumah dia adalah anak yang terlihat pendiam, namun diluar dia adalah seorang remaja yang aktif dalam segala hal yang berbau positif, Karang Taruna didaerahnya, Osis disekolahnya, terus dia lakoni hingga banyak sekali orang yang berteman dan menyukainya, keadaan sosial dan segala keterbatasan ekonomi tidak pernah membuat dirinya sedikitpun minder, dia terus mencoba sesuatu yang baru dalam hidupnya agar menambah wawasan serta pengalaman dalam perjalanan hidupnya, biarpun begitu Alfa bukanlah orang yang terlalu menonjol dalam kelas dirinya hanya anak biasa yang tidak terlalu bisa bersaing dalam pelajaran di sekolah saat SMA.

Untunglah ada Gladis seorang teman sebangku yang selalu menjelaskan apa yang tidak terlalu dirinya mengerti dalam mengerjakan soal dan PR, mereka selalu sebangku sejak kelas 2 SMA, kebetulan Alfa sekolah di SMA yang baru sehingga dia adalah angkatan pertama yang memiliki keterbatasan siswa, mereka selalu sebangku, sampai lulus SMA.

Inilah awal dari inti dari hal yang ingin dia ceritakan pada saya, Alfa dan gadis biarpun mereka sebangku, saat awal kelas 2 mereka tidak terlalu dekat di luar kelas serta sekolah, maka dari itu mulailah ada rasa ketertarika Alfa pada Gladis, dirinya selalu ingin dekat dengan Gladis, seiring dengan berjalannya waktu Gladis pun mulai tertari pada Alfa entah karena apa, mungkin Alfa adalah seorang remaja yang menarik dan mudah akrab dengan orang yang baru dikenalnya, mereka akhirnya dekat, dan semakin dekat, Alfa sering sekali mengantar Gladis pulang dengan sepeda ontelnya, terkadang mereka mampir dulu di lapangan serba guna untuk makan kerak telor dan minum limun, mereka jadi sering saling meluangkan waktu, jalan-jalan ke kota, monas, dan ragunan untuk mengisi waktu luang, sehingga suatu hari saat pulang jalan-jalan Alfa menyatakan perasaan suka yang selama ini dirinya simpan kepada Gladis, Gladis pun langsung mengiyakan dan semenjak saat itu mereka menjalin hubungan yang tidak pernah mau Pak Alfa bilang berpacaran, haha entah mengapa dia tidak mau mengarakan kata pacar sama sekali saat itu, mereka adalah pasanga yang sangat gembira, sayapun sangat iri stelah mendengar kisah kisahnya saat setahun awal mereka saling menjalin hubungan, sama seperti yang saya alami mereka semakin jarang bertemu saat diakhir masa SMA-nya, Gladis yang merasa Alfa sudah bisa belajar sendiri membiarkan semua berjalan layaknya anak SMA yang sedang menuju Ujian akhir, Tiga bulan berlalu saat mereka menjadi jarang bertemu tak terasa EBTA hanya tinggal beberapa hari, mereka jadi semakin jarang dan bahkan mulai kehilangan waktu untuk bersama, tak terasa Ujian sudah selsai, Alfa kembali ingin mendekatkan diri pada Gladis, namun apa yang terjadi, Gladis tenyata sudah memiliki pilihannya sendiri, seorang mahasiswa Universitas kesenian yang berada di jakarta, betapa remuknya hati Alfa setelah mengetahui hal tersebut, namun disinilah letak perbedaanya dengan saya, Alfa mencoga bangkit setelah apa yang telah terjadi padanya dia semakin menancapkan gasnya untuk menjadi seorang jurnalist seperti apa yang telah ia cita-citakan sejak kecil, terus beusaha melupakan pahit-pahitnya masa SMA dengan mencoba merubah dirinya menjadi lebih baik, berusaha belajar dari pengalaman yang telah terjadi. Kuliah di luar kota, bukan untuk melupakan hal tersebut, namun untuk menamabah ilmu, Alfa ingin sekali merubah nasib keluarga besarnya dan membesarkan nama mereka dimata masyarakat, dan Akhirnya alfa berhasil dia langsung melamar pekerjaan di sebuah surat kabar kecil, dan terus dipromosikan ke bidang-bidang yang lain, pengalaman-serta pengalaman yang silih berganti datang dan pergi membuat dirinya kebal akan hal itu, Alfa selalu menganggap hal yang dilewatinya adalah cobaan yag membuat dirinya yang tadinya positif menjadi semakin positif, hingga suata hari dia menemukan orang yang pantas untuk menemani hidupnya hingga akhir perjalanan dalam hidupnya.

" kesedihan, dan keputus asaan bukan hal terbaik, yang bisa kita lakukan saat menghadapu masalah de, biar sebagaimanapun beratnya." katanya pada saya, kini saya harus sadar hidup ini bukanlah hanya jalan lurus semata, melainkan jalan bercabang dan berliku, ya, untuk menemukan jalan mana yang terbaik dalam hidup, hanya kita sendiri yang tau, bukan orang tua, teman, pacar, atau siapala itu.

tiba-tiba lampu kereta matu sejenak diiringi suara petir yang lebih keras dari yang pertama, tak sadar saya terbangun, entah apa yang terjadi bapak Alfa sudah tidak ada di kursinya, hanya ada kertas bertulisakan " kesedihan, dan keputus asaan bukan hal terbaik, yang bisa kita lakukan saat menghadapu masalah de, biar sebagaimanapun beratnya."saya terbingung-bingung dalam terjaga, apa yang sebenarnmya taerjadi sejak tadi apakah saya terbangun atau Pak Alfa itu hanya mimpi belaka, sudahlah biar bagaimanapun bapak tua itu telah mengajarkan dan menceritakan sebuah perjalanan hidup yang dapat memotivasi saya dalam melangkah diatas jalan hidup yang bercabang dan berliku.

New concept of my life

dengan tidak memandang masa lalu sekarang saya berusaha memperbaharui pola hidup yang selama ini gw jalanin dan menenggelamkan gw...karena baru saat inilah gw baru bisa bilang perjalanan hidup gw akan baru dimulai...

Senin, 08 Juni 2009

dan akhirnya

gw putus sama amel emang si cukup menyita banyak waktu dan hal-hal bodoh yang terpikirkan tapi...yah buat apa gw mikirin seseorang yang udah ga mau mikirin gw..dan satu pengalaman hidup gw dapetin, seperti apa yang dibilang sama mantan gw sebelum amel, lo harus belajar berubah dari pengalaman-pengalaman lo, ia gw akan selalu ikutin itu, gw bakal lakuin apa yang harus gw lakuin buat masa depan gw dengan konsep baru dalam hidup gw gw akan bertahan

emang gw akuin gw salah jalan setiap ngejalin hubungan, gw slalu ngonsep future dan lihat masa lalu, kalo gw masih pake jalan itu besok-besok gw pasti sakit hati, makanya gw ga akan terlalu memikirkan atau ngasih seluruh dari diri gw buat pasangan gw dimasa yang akan datang, biar ga akan kerepotan mikirin konsep yang gw udah pikirin saat menjalin hubungan sama orang yang ga sepantesnya gw sayangin, gw bkal selalu benci sama mantan-mantan gw dan buang semua kenangan itu sampai gw tenang kayak gini, gw akan terus melangkah menjalani roda pedati kehidupan, lalui kegelisahan, mencari keseimbangan, mengisi ketiadaan dikepala dan di dada...