mari mencari kita mencari..

Selasa, 19 Oktober 2010

long road to be here

Ini adalah cerita sebuah perjalanan panjang, perjalanan yang mengutarakan sebuah kejujuran dan ini akan menjelaskan kepada anda siapakah saya sebenarnya dan bagaimana caranya sehingga saya berada disini hari ini.

Cerita ini bermula dimasa depan dan akan berakhir pada masa lalu. Semua berawal dari kemuakan saya akan pandangan semua orang tentang diri saya, tatapan, tanggapan, dan saya membenci semua tindak penilaian itu, biarpun berkalikali orang tua saya berbicara pada saya, dan meyakini saya bahwa itu hanya perasaan saya, namun saya tetap saja risih, saya tidak mau membohongi semua orang tentang hal ini, hal yang selalu saya sembunyikan dari semua orang yang baru saya kenal. Saya akan menceritakan siapa saya, bacalah ini, saya tidak mau anda memandang saya sebagai seorang perebut hak orang lain atau apalah itu.

Semua bermula di bulan Juni 2009, bulan ini adalah bulan kesuksesan sekaligus bulan kegagalan. Untuk pertama kalinya saya ngerasa gagal, dan untuk pertama kalinya saya tidak merasa bahagia atas kesuksesan yang saya raih. Saya adalah seorang murid kelas tiga SMA yang baru saja lulus UAN, dan saya segera diputuskan pacar yang saya sangat sayangi sebelum saat itu terjadi. Saya belum sama sekali tidak sempat merasakan kebahagaiaan karena saya lulus ujian nasional, bayangkan bagaimana jika anda menjadi saya. Saya akan membenci diri saya sendiri, memaki dalam hati pada diri saya sendiri sambil membuka-buka catalog kesalahan diri saya didalam otak saya, mencari tahu dimana letak kesalahan saya sampai saya dilakukan yang menurut saya “hina” pada saat itu. Sampai hari ini pun saya tidak tahu apa alasan hal itu bisa terjadi.

Saat saya menerima surat keterangan bahwa saya lulus ujian nasional saya merencanakan melanjutkan kuliah di universitas swasta dikota saya tinggal atau di Jakarta yang relative lebih dekat dengan rumah saya. Tetapi bayangan tentang mantan pacar saya itu terus saja membayangi sampai suatu hari saya mendapatkan tawaran untuk kuliah diluar kota, tawaran itu dating dari sahabat saya Rizki (Kiting). Saya yang sangat kalap langsung menawarkan kepada orang tua saya, orangtua saya yang tahu benar keadaan saya meyakinkan saya bahwa kuliah diluar kota, jauh dari jangkauan orang tua bukanlah hal yang ringan, apa saya yakin akan melakukan itu demi melupakan seorang perempuan. Awalnya orang tua saya ragu akan itu, bukan karena biaya yang sangat besar yang jadi permasalahan, namun apakah saya bias menjaga nama baik keluarga, dan kepercayaan orang tua saya yang telah mereka berikan kepada saya? Saya yakin akan hal itu, dan saya terus-menerus meyakinkan mereka. Akhirya mereka yakin akan saya dan menyetujui hal tersebut, saya langsung mencari kabar dari internet tentang universitas negri itu. Ternyata bidang yang saya minati hanya sampai D3 sedangkan saya ingin fakultas yang memnungkinkan saya mendapatkan gelar minimal sarjana saat itu. Dengan menyeleksi dan meneliti jurusan-jurusan saya menyimpulkan, saya akan mengambil jurusan yang saya sangat ingin geluti dari awal saya masuk SMA, bukan bidang yang saya inginkan dipertengahan masa SMA saya. FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI.

Dan saya segera mengkonfirmasi Kiting tentang ketertarikan saya akan tawarannya beberapa hari yang lalu. Saya dijalaskan beberapa hal tentang jalur aneh yang awalnya saya pikir memang sudah menjadi aturannya tersebut. Saya mencatat dalam otak dan saya mencari hal-hal yang dibutuhkan untuk melakukan “ ritual” masuk universitas tersebut. Selama bulan juni setelah hari dimana saya disetujui untuk kuliah diluar kota saya mencari tahu apa itu kuliah dan apa itu universitas negri dan segala tetek bengek lainnya.

Juli 2009, bulan ini adalah bulan transisi dimana saya mulai melupakan kahilangan saya akan seorang yang saya sayangi secara naïf. Dibuan ini saya dipertemukan dengan beberapa teman baru. Saya menjalani hari sebagai seorang pengangguran dimana saya mengisi hari saya dengan jalan-jalan kemanapun saya inginkan bersama teman-teman saya, teman yang lama telah bersama saya maupun teman-teman yang baru hadir dalam hidup saya.

Teman-teman saya adalah orang oaling penting bagi hidup saya, saya sangat merasakan hal itu. Sebuah ketakutan yang saya hanyalah bila saya harus berpisah dan hilang komunikasi dengan mereka. Ketakutan yang pasti akan terjadi, pada suatu hari saya akan meninggalkan kota tempat saya tinggal dan tumbuh, dan kami akan sangat sibuk dengan kehidupan kami dimasa depan nanti. Masa-masa ini akan kami rindukan, dimana saya membuka internet dan mendapatkan abar tentang acara konser, dan kami merencanakan untuk pergi ke acara tersebut, berebut motor yang kurang, menunggu dengan cemas teman yang lain karena takut telat dating konser dan ketinggalan acara. Kami akan merindukan dimana kami bercanda saat diperjalanan dan menyanyikan lagu “tergila” yang dipopulerkan oleh rocket rockers, dan lagu-lagu monkey to millionaire di pensi sekolahan dan lain-lain. Firman (buluk), kiting, adi (colin), nden, street monkey (ria monyet, basmal, dll.), rifki mereka adalah obat penyembuh saya, pilar penentu keteguhan hati saat saya ingin runtuh.

Namun perjanjian tentang pergi meninggalkan kota ini adalah hal yang tidak bias diganggu gugat, saya tidak ingin mengecewakan orang tua saya dengan menggagalkan impian mereka menyekolahkan saya di universitas negri, mereka sudah yakin dan saya sudah merasa ini adalah sebuah keharusan, saya tidak boleh menggagalkannya.

Disela kesenangan saya dibulan Juli, saya terus berusaha diusik dengan hadir kembalinya mantan pacar saya yang kembali menghubungi saya, mengganggu konsep baru dalam hidup saya yang dengan susah payah saya bangun. Gangguan itu terkadang membuat saya bingung untuk memilih, apa hal yang saya harus pilih, tinggal disini dengan masa lalu saya yang entah apa yang akan terjadi dengan pemandangan yang buram, atau pergi meninggalkan kehidupan lama dan pergi melupakan semuanya di kehidupn baru saya. Saya dibuat sangat bimbang dan dilema akan hal tersebut.

Suatu kejadian di akhir Juli 2009 menyadarkan saya akan suatu hal, saya merasa dibohongi oleh seorang yang dating dari masa lalu saya, seseorang yang pernah saya sayangi. Ternyata kedatangannya kembali hanya untuk membuat saya memaafkannya, dia melakukan hal yang menurut saya salah saat itu. Dan akhirnya itu memperjelas segalanya, dan saya memutuskan untuk pergi meninggalkan kota ini meninggalkannya, biarpun resikonya adalah kehilangan kontak dengan teman-teman saya yang lain. Biarlah.

Kenaifan saya memuncak, saya tidak peduli apa yang akan terjadi, saya hanya memikirkan bagaimana agar bisa melupakan segala hal yang telah terjadi dan membuangnya jauh-jauh dari pikiran saya. Menurut saya kabur adalah jalan terbaik saat itu, saya tidak akan lagi kembali ketempat ini dan menyusun kehidupan baru ditempat lain dengan orang-orang yang baru disana.

Agustus 2009, semakin hari semakin dekat saja menuju hari dimana saya harus melakukan test ujian masuk universitas dan pergi dari kota ini. Saya sudah mempersiapkannya dengan baik, saya sudah memikirkan semuanya dengan matang.

Berkali-kali saya mengunjungi jatinangor tempat saya akan kuliah nanti, sekilas tempatnya terasa sejuk, dan damai, sangat tepat sekali untuk menuntut ilmu, kesan pertama saya menginjakan kaki di jatinangor hanyalah kenaifan akan segala hal yang akan saya tuai disana. Akhirnya saya tiba disuatu hari dimana kami harus melakukan perjanian dengan seseorang, saya, ibu saya, ayah saya, dipertemukan oleh seseorang yang menawarkan jalur masuk ke universitas. Orang ini adlah seorang perrempuan yang juga mahasiswa fakultas sastra yang mengaku adalah utusan dosen yang mengadakan jalur masuk, jalur masuk ini memang memakan biaya yang berbeda dengan jalur biasa dan ujian masuk universitas dari Negara. Namun karena dirinya menyatakan sebuah hal yang kami rasa sangat terpercaya, wajahnya sangat meyakinkan kami sebagai orang baru tahu tentang masalah perkuliahan. Dan kami melakukan sebuah perjanjian transaksi dan bla..bla.. bla.. saya sudah tidak mengerti lagi.

Dikunjungan saya yang lain ke Bandung, saya melakukan ujian masuk disebuah sekolah bersama teman saya yang telah melakukan perjanjian lebih awal dari saya. Ami disediakan kosan di dago atas dan menginap untuk melakukan ujian masuk besok paginya. Kami bertemu dengan perempuan itu lagi, kata kiting dia adalah bekas murid ibunya dulu kalau masalah percaya atau tidak, nampaknya dia bisa dipercaya, tidak mungkin wanita itu menipu bekas guru bahkan wali kelasnya daluhu saat masih sekolah. Saat itu saya ingung kenapa saya ikut ujian yang disamakan dengan calom mahasiswa d3, padahal saya mengincar S1, saya pikir memang begitu sistemnya dan punahlah kecurigaan saya saat itu.

Saat ujian saya dibarengi dengan orang-orang yang merencanakan masuk lewat jalur yang sama dengan saya. Kebanyakan memang dari sekolah tempat ibunya si kiting mengajar, karena dia lebih memprioritaskan sekolahnya dahlu dibandinkan dengan siswa dari sekolah lain seperti saya dan kiting.

Singkat cerita, saya mendapatkan kabar bahwa saya sudah lulus, saya sangat senang sekali mendengar kabar itu, begitu juga orang tua saya. Akhirnya saya pergi dari kota ini, saya bisa mencari pengalaman baru diluar sana. Beberapa hari setelah pengumuman saya dan ibu saya mencari tempat kost di jatinangor, dan melakukan daftar ulang yang juga masih diarahkan oleh mahasiswa sastra bekas murid ibunya kiting tersebut. Saat saya daftar ulang saya dan kiting dipertemukan teman baru, seorang calon mahasiswa juga tapi fakultasnya kedokteran. Denis namanya, dia sudah mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar dari saya dan kiting untuk masuk ke fakultas kedokteran. Pertemuan itu menjadi awal cerita tentang kami bertiga berama seorang teman dari fakultas kedokteran juga, Reza atau Ambon.

Dua minggu setelah pertemuan saya dengan Dennis saya mendapat suruhan untuk melakukan ospek selama 3 hari di Bandung. Disanalah pertemuan pertama saya dengan Ambon, denis dan ambon adalah teman satu SMP dan masih terhitung satu teman bermain juga sampai SMA, dan mereka berdua mendapatkan info jalur masuk yang sama dengan saya dari ibunya kiting yang masih ada hubungan kerabat dengan orang tua Dennis dan Ambon juga.

Selama tiga hari masa ospek kami di Bandung kami berempat ditempatkan ditempat yang sama saat saya ujian masuk universitas beberapa minggu sebelumnya, did ago pojok bekas tempat kos mahasiswwi sastra inggris bekas murid dari ibunya kiting.

Disini kami merasa biasa saja sejak awal, dan mulai terbiasa dengan ngaretnya mehasiswi senior itu jika membuat janji, dia mengatakan selama di Bandung dan jatinangor kami masih dibawah pengawasan dia sampai ospek selesai dan masuk kuliah. Segala sesuatu dipersiapkan sesuai yang dia perintahkan yang katanya berdasarkan jaringan komunikasi dari BEM universitas. Kami menurut saja soal persiapan ospek, dan barang-barang yang kami akan bawa saat ospek nanti.

Saat hari ospek itu tiba kami berangkat pagi-pagi ke kampus yang terletak di Bandung tersebut. Disini makin saja hal aneh-aneh terjadi saat kami ingin turun ternyata bawaan kami berbedan dengan mahasiswa baru lainnya, apakah ini yang membedakan jalur kami dengan, jalur lainnya, kami tampak sangat bodoh saat itu, kami tidak tahu harus berbuat apa. Mau tidak mau kami orang-orang baru dalam dunia perkukliahan merasa ospek adalah suatu keharusan, kamiturun dan saya mencari tahu apa yang akan saya lakukan selanjutnya. Saya mendengar fakultas komunikasi berkumpul di depan monument dekat kampus, dengan digiring oleh seorang senior yang terlihat tegas yang saat ini saya ketahui disebut tatib saya menuju monument yang letaknya tidak terlalu jauh dengan kampus.

Disana sudah berkumpul ratusan mahasiswa baru dengan perlengkapan seragam, dan saya sungguh jauh berbedan dengan mereka. Saya semakin merasa menjadi orang bodoh 1 persen dari seratus persen mahasiswa disana, sangat amat minoritas. Namun tidak ada yang menegur saya disana, tidak ada senior yang mengomentari soal bawaan saya saat itu, yang bertanya hanya mahasiswa yang satu baris dengan saya dan saya hanya berkata “gue ga tau, jarkomnya emang gini bukannya” dan saya hanya bisa merenung ada apa ini? Mengapa saya berbeda?.

Setelah berkumpul sekitar sepuluh menit di monument saya bersama ratusan mahasiswa lain dibawa menuju kampus untuk melaksanakan prosesi penerimaan secara seremonial disana. Disana semua fakultas dikumpulkan, dan perlengkapan mereka berbeda-beda namun perbedaan mereka adalah perbedaan yang masih ada yang sama dengan saya tidak ada yang memakai perlengkapan ospek sama dengan saya, dennis, kiting dan ambon.

Saat kami selesai melakukan seremonial penerimaan mahasiswa baru dihari pertama kami kembali ke kosan dan membicarakan tentang ini, dan kami masih menganggap biasa, begitu juga hari kedua kami masih berbeda, pakaian saya dan yang lain masih berbeda dengan mahasiswa lainnya. Selama tiga hari itu kami menjuluki diri kami sebagai mahasiswa terlantar. Saat kami bertanya kepada mahasiswa yang membawa kami ke tempat yang serasa bagaikan neraka ini alasannya persediaan perlengkapan seperti mahasiswa lain sudah habis nanti dia akan memberikan hal yang sama dengan yang lainnya. Walah.

Begitulah perjalanan tiga hari pertama ospek. Sebelum saya pulang pada hari terakhir, saya mendapat kabar bahwa hari ke empat ada ospek fakultas di jatinangor, saya merecanakan untuk datang, namun bagaimana mau datang, biarpun saya tahu apa yang akan saya bawa dari teman-teman dan petunjuk yang diberikan oleh senior, tetap saja saya masih belum diberikan NMP, dan KTM seperti mahasiswa lain. Saya pulang dari bandung langsung menuju kosan dan tidak langsung ke Bekasi, karena saya bersiap-siap juga siapa tahu saya dapat Nomor pokok mahasiswa dihari berikutnya.
Namun tidak kunjung datang kabar tentang pemberian Nomor Pokok Mahasiswa dari si bekas murid ibunya kiting kepada saya kiting, maupun denis dan ambon. Sampai-sampai saya menolak ajakan teman saya yang sefakultas dengan saya yang saya temui di Bandung kemarin harinya, saya menolak karena persyaratan saya belum ada, bagaimana saya mau membuat peralatan ospek yang dipenuhi dengan NPM tersebut. Sampai ospek fakultas masih saja begitu keadaannya. Biarpun teman saya terus memaksa saya untuk ikut namun saya kembali menolak untuk datang ospek.

Sebenarnya ada apa ini, saya terus mendiskusikan masalah ini dengan kiting, ambon dan dennis. Saya sering sekali mampir ke tempat kos ambon dan dennis di ciseke besar, pondok laksana II namanya. Saking seringnya sampai-sampai saya dikenalkan oleh beberapa penghuni kosan tersebut sampai beberapa sudah kenal dan ada beberapa yang akrab dengan saya. Kami sudah sangat mencurigai tentang kondisi kami saat ini, kami baru tahu dari beberapa mahasiswa baru bahwa saat pembagian nomor pokok mahasiswa adalah saat saya pertama kali bertemu dennis di gedung sastra jepang. Dan ujian yang kami lakukan adalah ujian D3 sedangkan ujian S1 sudah sangat lama berlangsung sebelum ujian D3 tersebut.

Wah saya semakin curiga, saya semakin ingin menyelidiki tentang siapa perempuan itu, kami mencoba mencari tahu dengan pendekatan yang tidak terburu-buru agar dia tidak curiga bahwa kami menyelidiki sesuatu, kami tidak lelahnya menanyakan kapan kami harus masuk seperti mahasiswa lainnya, dan siapa saja mahasiswa yang masuk melalui jalur seperti kami? Dia terus menjawab “banyak nanti aku kasih tau ya, aku sedang sibuk mengurus mahasiswa lain seperti kalian, NPM sedang menunggu keputusan dari pak rector bla..bla..bla..”.

Kira-kira September 2009, dia kecolongan memberikan sebuah info tentang mahasiswa yang dibawanya juga namanya Bella, dia anak fakultas komunikasi juga sama seperti saya, saya diberikan alamat facebooknya, entah kenapa dia memberikan info tersebut saya juga tidak mengerti. Setelah permintaan facebook saya diterima saya mengirim chat kepada bella dan dia mengajak untuk bertemu di sebuah tempat untuk membicarakan sesuatu.

Akhirnya saya, bella dan seorang temannya bertemu diseuah tempat disekitar kampus setelah dia pulang kuliah. Dan dia menjelaskan semuanya, dia mengatakan perempuan itu adalah penipu dan dia telah ditipu masalah jumlah biaya masuk, dan jurusan yang dijanjikannya, bahkan saya tidak tahu jika fakultas saya yang S1 memiliki jurusan. Saya sangat kaget saat itu, shock dan saya belum berani mengatakan masalah ini kepada orang tua saya, bella meminta untuk bertemu dengan dennis, ambon dan, kiting juga. Diasrama tempat dia tinggal kami bertemu membicarakan semuanya. Sebuah pukulan yang sangat kuat bagi kami saat itu. Kami diberi tahu bahwa ada seorang senior yang memiliki nasib seperti kami namanya Marna angkatan 2008, dan suryo angkatan 2007 yang mungkin tahu tentang masalah ini.

Setelah kami tahun tentang info marna dan suryo, kami berusaha mencari kontanya dan menanyakan pada ibunya kiting karma suryo, marna dan mahasiswa bekas murid ibunya kiting berasal dari sekolah yang sama, dan saya sering mendengar nama suryo juga marna disebut-sebut oleh ibunya kiting saat berbicara dengan bekas murid yang membawa kami keini tersebut. Kami berempat mencari tahu tentang kedua senior yang kami rasa bisa membantu tersebut tanpa sepengetahuan siapapun, yang tahu hanya kita berempat dan bella saja.

Biarpun kami sedang dalam masa yang sangat buruk saat itu, kami menginisiatifkan diri dengan tidak menjadi panic, dan membuat segala becandaan serta keceriaan. Semuanya kita lakukan agar kami tidak terlalu stress memikirkan tentang masalah ini. Bercandaan dan segala yang kami lakukan untuk menghilangkan stress ini membuat kami semakin akrab erat dan solid, kami membuat sebuah kesepakatan jik satu tidak masuk lebih baik semuanya tidak masuk sekalian, julukan mahasiswa terlantar akan segera hilang dengan menemukan segala kebenaran dibalik teka-teki tersebut, tidak perduli betapa malunya kami terhadap dunia baru yang kami jajaki ini. Kami terkadang mengisi waktu dikosan ambon dan dennis dengan berbagi lagu mp3, bermain games di laptop, bermain gitar dan jalan-jalan ke tempat wisata perbelanjaan disekitar jatinangor.

Akhirnya kami menemukan Marna, lewat hubungan dengan ibunya kiting. Marna adalah mahasiswa pariwisata yang merupakan sebuah jurusan di fakultas sastra. Berdasarkan keterangan darinya, dirinya sama seperti kami, dia tidak mengikuti test masuk malahan, sehingga tidak mendapatkan NPM dan KTM pula awalnya, dia mengisi absent ditabel paling bawah di absent kelas dan menyesuaikan dengan nomor nomor pokok mahasiswa lainya. Sampai menjelang ujian semester dia dipanggil oleh sub bagian akademik sastra dan memberitahukan bahwa dirinya sesungguhnya adalah mahasiswa yang tidak legal, mungkin karena jurusannya adalah jurusan baru di universitas juga fakultasnya, jadi dia diberi sebuah keringanan dengan mengikuti sampai akhir semester 1, lalu menyusun segala sesuatu dengan melewatkan semester tiga dan empatnya dengan mengurus bagaimana kepastian akan dirinya. Dan keringanan tersebut berlangsung sampai dia disarankan melakukan ujian ulang di tahun berikutnya. Tepatnya tahun sama dengan kami, dia mendapatkan nomor pokok tahun yang seharusnya sama dengan kami. Dia mengulang beberapa mata kuliah akibat kejadian ini. Jika disamakan, motif yang terjadi pada marna sama dengan ambon yang tidak mengikuti ujian namun ambon masuk ke fakultas kedokteran, fakultas yang telah lama berdiri dan peraturannya sangat ketat dan solid mana mungkin dia bisa disamakan dengan marna, apalagi dennis, kiting dan saya.

Setelah bertemu Marna, kami semua mencari tahu keberadaan Suryo, mahasiswa senior angkatan 2007. dan setelah kami bertemu dengannya ternyata dia sama motifnya dengan bella tertipu masalah uang masuk, namun perbedaan pada bella adalah bella tidak dimasukkan ke jurusan sesuai pada perjanjian awal tersebut. Kedua mahasiswa senior tersebut menyarankan pada kami agar segera mencari tahu tentang kepastian posisi kami dalam masalah ini, kami harus menngatakan kepada orang tua kami, dan melaporkan kejadian ini kepada tempat perempuan itu kuliah yaitu pihak fakultas sastra.

Kami masih bingung dengan proses tersebut sampai akhirnya marna membantu dalam pengaduan ke fakultas sastra tersebut. Berdasarkan bukti yang ada pada kami ada beberapa nama dosen diatas perjanjian hitam diatas putih yang ada pada kami dan segala kejanggalan mulai terjadi atas keabsahan surat perjanjian tersebut. Sampai suatu hari kami mendapat panggilan dari fakultas sastra, dan dipertemukan dengan semua orang yang bersangkutan kecuali suryo yang tidak bisa hadir. Disana sudah berkumpul saya, dennis, kiting, dan marna, peremuan bekas muridnya ibunya kiting, dan dosen serta pembantu-pembantu dekan disana. Keadaan disana benar-benar sangat menkgkondisikan agar kami tetap tenang dan tidak takut untuk mengatakan yang sesungguhnya pada dosen-dosen tersebut. Pihak sastra sangat mengerti kondisi kami yang sedang down dan tidak terlalu memperlakukan kami seperti seorang pelaku kejahatan. Kami harus siap menerima kenyataan bahwa kami bukanlah mahasiswa disini, kami hanya mahasiswa yang nyasar atau bisa dikatakan kami adalah orang biasa yang mengaku mahasiswa dengan seenaknya. Kami disarankan untuk ke kantor pusat rektorat unversitas di Bandung, kami semua akhirnya menuju bandung dengan hasil nol besar, kami tidak menemukan masalah disana. Kata perempuan bekas muridnya ibunya kiting, dia akan memasukan kami ke kelas besok, dan saya informasikan dimasukan ke sebuah kelas yang didalamnya terdapat orang yang sama seperti saya.

Disinilah debut saya, saya mengikuti anjuran mahasiswa perempuan tersebut karena mungkin saya bisa dapat kepastian tentang semuanya. Saya menjalankan kuliah sama persis seperti marna, dengan mengisi absent paling bawah menyesuaikan nomor pokok paling terakhir. Saya tahu saya bukanlah mahasiswa disini, saya hanya orang yang mengaku mahasiswa yang sedang mencari kebenaran, saya hanya ingin mendapatkan info dari pihak fakultas yang saya sendiri tuju. Saya menjalankan masa kuliah ditengah-tengah pertemuan, kalau kata teman sekelas saya saat itu, saya tidak akan mengikuti ujian bila tiga kali berturut-turut tidak masuk kelas, sedangkan saya rata-rata sudah 4 kali pertemuan. Tapi saya merasa tenang saja karena saya bukan mencari nilai disini saya ingin tahu apa yang akan terjadi bila saya masih melakukan kegiatan belajar illegal ini, apakah saya bisa membongkar kedok wanita jahat yang menipu kami, saya berharap jika memang benar saya tertipu saya ingin membawanya sampai ke pusat bahkan ke pihak berwajib.

Diselang semua itu kiting, dennis dan ambon juga melakukan hal yang sama seperti saya. Kami menjalankan kuliah seperti biasa, saya dapat merasakan bagaimana nyamannya menjadi mahasiswa, sesaat saya terhanyut dan melupakan siapa sesungguhnya saya ini. Saya berkenalan dengan teman kampus saya, dan mereka merangkul saya dan saya berusaha disejajarkan dengan mereka, sungguh keadaan kelas yang solid, saya diajak berkumpul dikosan mereka, mendatangi acara ulang tahun dan bermain futsal biarpun tidak semua ajakan saya terima. Saya merasakan kebebasan dalam berpikir dan mengotak-atik cara belajar saya selama mengikuti kegiatan perkuliahan disini sampai saya mengikuti Ujian tengah semester.

Di mata kuliah terakhir saat ujian semester, saya akhirnya mendapat kepastian dari pihak kampus. Saya dipanggil oleh sub bagian akademik fakultas komunikasi, saya diinterogasi, dan dipertemukan oleh orang-orang sub bagian akademik yang sangat jutek dan judes disana, namun saya tahu tidak seperti itu juga mungkin diri mereka yang sebenarnya, mereka hanya bingung siapa saya, seenaknya saja saya masuk ke kelas dan melakukan perkuliahan dengan nomor pokok mahasiswa yang palsu. Diketemukan nomor mahasiswa ada yang double oleh pihak SBA maka dari itu saya dipanggil, setelah ditelisik nama saya tidak ada di daftar nama mahasiswa dikampus. Saya tidak kaget akan itu, karena saya tahu hal ini, hari ini akan terjadi. Saya lalu disuruh memanggil siapa yang telah membuat hal ini bisa terjadi, maka saya hubungin perempuan dajjal bekas murid ibunya kiting. Dan kami kembali berkumpul di SBA setelah jam makan siang. Kebetulan hari itu ayah dan ibu saya datang ke jatinangor entah untuk apa, mungkin mereka merasakan perasaan tidak enak dengan kondisi saya, saat tidak ada perempuantersebut saya menceritakan semuanya kepada orang tua saya sulit sekali meyakinkan mereka, mereka bersikeras mengatakan mungkin ini proses sabar saja menunggu hasilnya nanti juga ketahuan, jangan terburu-buru. Tapi mau bagaimana lagi, saya sudah buak dengan kondisi ini. Saat saya datang ke kampus untuk menemui pihak SBA lagi disana sudah menunggu bapak Pembantu dekan fikom yang baik dan memperlakukan saya dengan baik, sementara perempuan jalang bekas murid ibunya kiting diinterogasi bagaikan maling ayam. Saya disuruh memberikan kepastian, namun saya bingung apa saya harus mengikuti saran orang tua saya atau pihak kampus. Bapak PD3 sangat baik kepada saya, dia memberikan saya kontaknya untuk memberitahu bagaimana kondisi saya selanjutnya setelah hari itu.

Disinilah saya mulai tidak mengikuti perkuliahan dan saya sudah mendapatkan kesimpulan akan posisi saya disini. Saya mengikuti jalan yang ditunjukan perempuan dajjal itu yang ternyata itu hanya tipuan, dan kami telah tertipu puluhan juta rupiah. Saya tetap mengikuti jalurnya, sesuai saran oranguta saya, kami ingn tahu sampai sejauh mana dia bisa bergerak kali ini. Dia teru saja bersandiwara, orang tua saya masih meyakininya saat itu, dan semua hal telah terbaca oleh saya, sesuai saran marna kita jika dia berbicara pintar aan sesuatu kita harus berpikir jauh lebih pintar dari dia, selama dikampus dan melakukan perkuliahan saya menjadi mengerti apa itu gesture dan bagaimana rau wjah seorang pembohong dan bagaimana nada bicaranya. Penipu ini sangat pintar memutar kondisi dan kata-kata, meyakinkan semua orang atas kata-katanya, namun dimata saya dirinya hanyalah seorang maniak uang, perempuan haus harta yang sudah memodohi saya, keluarga saya, dan teman-teman saya. Dennis dan Ambon sudah diperlakukan yang sama dengan sama beberapa hari sebelum saya, dan kiting masih bertahan difakultas ilmu pengetahuan alam sampai akhir semester. Kiting mungkin lebih merasakan hal yang sangat perih, karena dia sudah merasakan masa bimbingan, lebih banyak teman dan mengikuti himpunan dan organisasi lainnya, pada akhirnya dirinya terdepak pula.

Kami sangat muak dengan kondisi itu, kami melaporkan semua yang telah si penipu itu lakukan kepada kami pada orangtua kami. Satu per satu kami meyakinkan orangtua kami akan tindak penipuan yang masih belum disadari oreh orang tua kami tersebut. Sejak kami melaporkan hal tersebut, mereka langsung sibuk menghubungi si penipu dan meminta pertanggungjawaban dari si pelaku penipuan beserta antek-anteknya.

Sejak saya dipanggil oleh SBA dan berhenti dari penyelidikan dikampus, banyak sekali teman-teman kelas saya yang mencoba menghubungi saya, menanyakan dimana sekarang, kenapa tidak pernah masuk kelas, dan lain-lain. Penipuan ini membuat dampak yang sangat buruk dalam diri saya sejak itu, saya selalu membohongi teman-teman saya, siapapun yang saya kenal bahkan yang baru saya kenal. Saya ingin sekali bercerita, saya ingin beberapa orang mengetahui sesuatu tentang masalah saya saat itu, saya butuh support, yang membangkitkan saya dari kehancuran yang semakin lama semakin menyiksa saya. Akhirnya saya bercerita kepada teman saya Nden, dia adalah sahabat pertama saya yang tahu tentang masalah saya ini, lalu anggi, dan ica teman saya yang berkuliah di kebidanan disebuah universitas ditanggerang. Kehidupan saya sontak menjadi buram dan abu-abu, saya hanya mengurung diri dikosan, saya hanya diam dikosan atau jelan disetiap malam minggu bersama teman kosan saya Duta, bahkan teman yang setiap hari bersama saya saja saya masih bohongi tentang kondisi saya saat itu. Saya hanya sendiri ditempat ini. Untung masih ada Duta teman kosan saya yang menemani saya berjalan kemana-mana saat weekend. Terkadang saya merasa tidak enak, karena mungkin kuliahnya terganggu karena terpengaruh dengan kondisi saya sendiri yang sering begadang dan jalan-jalan.

Kabar datang dari penipu itu setelah lama tidak terdengar, katanya dia ingin memberikan tanggung jawab dengan mendaftarkan kami les, agar kami bisa mengikuti ujian masuk universitas tahun depan. Janji itu memang dipenuhi, saya dennis dan ambon didaftarkan les di sebuah tempat les ternama dibandung, pengajarannya sangat menarik, saya berasa seperti kuliah disana, karena pengajarnya juga berkualitas, maklum lah karena saya didaftarkan langsung ditempat les yang menjadi pusat komando dari cabang-cabang lainnya diseluruh Indonesia. Namun itu tidak lama saya hanya merasakannya kurang lebih tiga minggu karena siperempuan penipu itu hanya membayarkan saya pada tagihan awal dan tidak dilanjutkan lagi, dia menghilang entah kemana. Jika dipikir-pikir selama ini dia terlihat seperti orang kaya, makan ditempat mewah, mobil, dan membelikan saya apapun kebutuhannya disini, sebelum semuanya terbongkar. Dan semua itu uang saya, dihabiskan dengan jalan-jalan dan berfoya-foya. Setelah saya berhenti les saya menyerah hidup begini, dan kembali kebekasi.

Di Bekasi saya kembali berkumpul dengan teman-teman SMA saya, teman-teman yang saya rindukan, suasana yang saya rindukan. Tapi tetap saja saya terus merasa bersalah dengan membohongi mereka tentang status saya. Saya membohongi mereka dengan mengaku berhenti kuiah karena tidak kuat dan akan mencoba ikut ujian universitas tahun depannya lagi. Saya selalu mengatakan hal yang sama kepada orang-orang di Bekasi. Pernyataan tersebut membuat saya terkesan sebagai seorang pemberontak, seorang yang menghamburkan uang orang tua saya, dan kesan buruklah yang muncul dari diri saya. Mereka tidak tahu bagaimana jika mereka menjadi saya, menjadi orang yang terjebak seperti saya. Saya selalu menulis tentang apa yang saya rasakan diblog saya saat itu, blog saya yang awalnya menceritakan kesenangan bersama teman-teman saya berubah menjadi blog yang penuh dengan kebencian, penuh dengan derita yang saya rasakan, saya ingin berteriak saya ingin semua orang tahu bahwa saya adalah seorang yang terjebak, dan mereka tidak berhak menilai saya sesuka mereka. Setelah lelah bersandiwara saya menceritakan semua kepada Colin, dan buluk teman SMA saya yang kembali berkumpul dengan saya di Bekasi setelah lama saya berkelana di jatinangor dengan hasil yang sama sekali tidak ada.

Saya adalah seorang pengangguran, saya tidak memiliki kegiatan sama sekali selain tidur siang, makan, online, dan berkumpul di warnet atau warung kopi bersama kawan-kawan lama. Saya kembali menjadi seorang pengkelana di Bekasi. Saya mendatangi acara-acara konser yang tersebar lewat media massa dan facebook, saya mencari acara-acara indie kesukaan saya. Saya sangat senang saat itu karena kembali bersama teman-teman saya dikehidupan saya yang lama. Disisi lain saya adalah seorang pembual besar, membohongi banyak orang, menghabiskan uang orangtua, saya sama sekali bukan orang yang berguna karena disisi lain teman saya kebanyakan sudah kuliah, dan bekerja sedangkan saya hanyalah seorang pengangguran yang membebani keluarga. Diawal bulan saya meminta didaftarkan les untuk mengisi waktu luang dan mengasah ilmu dan kembali mencoba ujianmasuk universitas, dan pastinya saya tidak akan mencoba ujian mandiri lagi.
Februari 2010, saya kembali melakukan pendidikan lewat bimbel di tempat bimbel seperti sebelumnya namun dicabang Bekasi. Disini saya mengharapkan ada sebuah perubahan dalam menyusun masa depan yang lebih baik, paling tidak saya kuliah tahun depan dimana saja terserah, yang saya mau hanyalah kuliah dan paling tidak uang yang orantua saya keluarkan tidak menjadi sia-sia sebelumnya. Saya mengurangi porsi malas-malasan saya dirumah dengan berangkat les setiap sore, dan pulangnya saya berkumpul dengan teman-teman saya. Begitu saja selama saya bimbel, ditempat bimbel saya kembali bertemu dengan adik kelas saya saat SMA, dan saya merasa tidak sendirian disana.

Saya berharap tahun 2010 bukanlah tahun yang buruk bagi saya, saya tidak ingin mengulangi hal yang sama seperti tahun lalu, saya sangat membenci tahun 2009, disanalah saya hancur, keluarga saya merasakan kehancuran dan semua terjadi karena usaha orang tua saya demi saya. Saya merasa bahwa saya adalah sumber kesalahan dan kesialan di tahun 2009 tersebut.

Semuanya akhirnya berubah, saya menemukan hidup baru bersama teman-teman saya di Bekasi. Saya merasa tahun ini adalah tahun perubahan. Satu persatu luka lama tertutupi. Maret 2010 saya menemukan seorang yang baru menggantikan posisi lama, orang yan berarti, tempat saya berbagi cerita, berbagi pengalaman dan kasih sayang. Saya kembali mendapatkan kenalan dari seorang teman dan kami menjalin hubungan setelah merasa cukup dekat untuk sebuah hubungan kasih sayang. Berawal dari mencoba saling mengenal, saya dengan Unis, akhirnya berpacaran. Selama berpacaran saya kami sering sekali bertengkar akibat berbagai macam masalah, dari masalah ringan yang diperbesar sampai masalah besar yang memang benar-benar besar. Saya menganggap pertengkaran seorang pasangan adalah hal yang lumrah dalam mengenal satu sama lain. Ini adalah proses untuk memulai hal baru yang membuat kita lebih kuat setelah pertengkaran terjadi. Buktinya kami berhasl mempertahankan hubungan selama empat bulan berpacaran. Unis adalah wanita yang baik, dan menurut kepada orang tuanya, dia sangatlah menarik, saya sangat senang ketika saya tahu banyak hal yang saya dapat sejak menjalin hubungan dengannya, biarpun kami hanya bertemu tiga kali sampai saat ini, tidak menjadi masalah bagi kami untuk menjalin hubungan. Dia adalah orang terakhir yang saya ceritakan tentang kehidupan ditahun 2009, dan dia sangat mengerti, dia mensuport saya dari masa lalu yang menjadi tolak ukur kebangkitan saya tahun ini. Dialah alasan kenapa saya mengatakan tahun 2010 adalah tahun yang baru bagi jiwa saya yang baru, pembentukan konsep baru dalam diri saya. Menghilankan penyakit kenaifan yang selalu merusak diri ini.

Sampailah saya pada hari dimana ujian masuk universitas diadakan. Saya mencoba berbagai seleksi masuk universitas, namun masih saja gagal, saya terhenti pada satu pilihan terakhir, yaitu, kembali ke Jatinangor atau Bandung. Saya teringat janji saya dengan teman saya disana bahwa saya akan kembali suatu hari nanti saya akan kembali ikut ujian masuk dan masuk fakultas ilmu komunikasi. Saat saya bertanya pada orang tua saya, bagaimana jika kini kita coba masuk Universitas yang sama dengan jalur yang memang seharusnya, dan mereka tidak keberatan, dilema saya kembali datang saat melihat jumlah biaya masuk yang semakin besar dar tahun lalu. Saya semakin tidak enak kepada orangtua saya, biarpun saya selalu mendengar kata-kata “demi kebaikan kamu, apapun akan kami lakukan, soal biaya sudah itu urusan kami” dari orang tua saya, tapi saya tahu kondisi keuangan keluarga kami masih belum stabil, kami masih mengalami krisis akibat kejadian tahun lalu.

Dengan izin dari kedua orang tua saya, biarpun menurut saya ini berat, saya mencoba mengikuti ujian masuk universitas untuk kedua kalinya. Dengan jalur yang berbeda, namun saya masih berharap SNMPTN saya akan ikut lagi. Karena biaya yang dikelurkan akan jauh lebih murah dibandingkan ujian mandiri yang akan saya ikuti kali ini. Saya berlatih, mencoba membuka kembali buku-buku saat SMA. Pada saat itu saya merasakan saya mengabaikan Unis, saya merasa sangat bersalah dia tetap mensupport saya dia mengerti kondisi saya. Sampai hari ujian pun tiba, saya, kiting, dan colin mencoba peruntungan kali ini. Detelah itu kami menunggu dengan sabar hasil pengumuman ujian masuk Universitas.

Kondisi hubungan saya dengan Unnis semakin merenggang setelah Ujian masuk tersebut. Saya mengerti saya mengabaikannya saat hari-hari menjelang ujian masuk tersebut. Saya berkali-kali mencoba mencoba memperbaikinya namun kami serasa terpisahkan tembok tebal, saya tidak ingin menyerah. Selama saya menunggu saya kembali mencoba memperbaiki hubungan saya yang renggang setelah saya tidak berkomunikasi dengan Unis. Dan usaha kami dalam memperbaiki hubungan pun berhasil disebuah momen disaat pengumuman ujian masuk.

Hari itu adalah pengumuman hasil ujian masuk, saya merasa sangat takut. Saya tidak mau mengecewakan orang tua saya untuk kedua kalinya, menyianyiakan dan membuang percuma uang orang tua saya saat mendaftarkan saya bimbel di tempat les beberapa bulan yang lalu. Saya menceritakan ketakutan saya kepada unis, dan satu kesimpulan yang saya dapat untuk meredakan ketakutan ini. Saya harus kembali pada tuhan. Selama saya hancur beberapa waktu kebelakang, saya hanya berpikir sesuka saya, karena saya merasa tuhan telah meninggalkan saya, padahal mungkin bukan itu alasannya tidak ada bantuan dari tuhan, karena kita tidak berdoa, saya melakukan banyak dosa sejak kehidupan saya dihancurleburkan oleh masalah. Dan saat itu saya berpikir. Inilah saatnya saya kembali kepada tuhan. saya setiap hari berdoa, memohon agar agar saya mendapatkan sebuah titik cerah akan masa depan saya.

Pada hari H pengumuman dibuka secara online, saya mencoba membuka akun saya, namun tidak ditemukan hasil, saya semakin tegang, namun saat saya mencek, dan menelepon ke pihak kampus ternyata koneksi internet disana memang sedang terganggu, jadi saya harus mencoba mencek lagi besok. Dengan penuh doa dan harap kepada tuhan saya kembali membuka akun saya untuk mencek hasil apa yang saya dapatkan kali ini. Ternyata saya tidak lulus. Saya sangat shock, saya tidak tahu harus berkata apa, mungkin kata maaf saja tidak cukup untuk melukiskan penyesalan saya kepada kedua orang tua saya.

Keesokan harinya saya dan ibu saya datang ke jatinanor untuk mengambil sebagian barang saya yang masih tertinggal dikosan. Saya terus berbicara pada ibu saya bahwa saya lebih baik tidak dikuliahkan bila tidak mendapat universitas negri kali ini. Saya khawatir akan masa depan adik-adik saya, mereka masih sekolah dan beberapa tahun lagi mereka memerlukan biaya, adik saya yang pertama pada tahun 2012 akan menyelesaikan SMA-nya dan dia meu tidak mau harus melanjutkan pendidikannya. Saya tidak mau ada adik-adik saya menjadi pengangguran atau hanya lulusan SMA hanya karena saya. Adik saya yang kedua tahun 2011 akan naik ke SMP, dan semua itu tidak cukup untuk dibagi dengan kebutuhan kuliah saya bila masih kuliah terutama di universitas swasta. Disela kepasrahan saya akan hasil yang saya terima, ada sebuah kejutan saat ayah saya membuka hasil pengumuman sekali lagi dengan teliti juga benar, ternyata saya lulus saya tidak gagal dalam ujian kali ini. Saya sudah membayar hutang kesalahan saya tahun lalu. Dan kami memiliki sebuah masalah kali ini. Biaya masih terlalu besar bagi kami saat itu. Semakin bingung saja, selama beberapa hari diatas saya terus bercerita kepad unis, saya mencoba untuk tidak putus kontak dengannya, saya tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman lagi. Kami sangat bahagia saat mengetahui ada kesalahan teknis atau mungkin kesalahan tulis saat saya mencek hasil pengumuman dua hari yang lalu. Kami akan terasa lebih dekat bila saya diterima di kampus yang sudah sepuluh bulan itu saya tinggalkan. Kini tinggal biaya yang saya khawatirkan, saya takut ini semakin mengganggu keuangan keluarga saya. Sampai akhirnya saya dan ibu saya datang ke kampus untuk mengajukan penangguhan biaya. Awalnya kami ingin meminta pembayaran dilakukan dua kali yang pertama saat registrasi awal dan yang kedua adalah dua bulan setelah itu. Namun pimpinan SBA yang masih sama dengan terakhir kali saya datang kesana masih mengingat saya dan mengerti keadaan kami, mereka sangat baik sehingga saya diperbolehkan membayar dua kali, yang pertama kali saat saya melakukan registrasi awal, dan yang kedua adalah disemester dua diawal tahun 2011 nanti. Dengan surat pernyataan saya mengajukan hal tersebut dan saya melenggang masuk ke universitas dan fakultas yang saya impikan selama ini.

Saat registrasi kembali saya diundang masuk sebuah group di facebook, grup yang akan berisi perkenalan mahasiswa baru pada kehidupan berkuliah lewat jaringan komunikasi yang dikordinir oleh para senior disana. Saat saya masuk kedalam group ini saya mengenal teman-teman baru teman-teman angkatan saya yang baru, andre, aduy, dini, shabrinadan masih banyak lagi yang lain.

Mungkin unis merasa saya sudah berbeda sejak saya masuk kedalam grup ini, saya sudah ada didunia baru, dan kami semakin sering bertengkar karena kami jarang berkomunikasi lagi, dia merasa saya sudah melupakannya. Dan disebuah hari dimana sebuah kesepakatan bahwa kami harus berpisah kenaifan yang pada awalnya membuat saya berpikir keputusan yang disepakati bersama adalah keputusan yang terbaik, dan kamipun berpisah. Lama kelamaan saya merasa kesepian tidak lagi ada unis, saya seperti orang tuli ditengah keramaian, orang yang tidak mengerti bahasa tubuh, ataupun bahasa lisan ditengah kerumunan orang baru dan mereka terus tersenyum dan tertawa bahagia. Tidak ada kesalahan dengan kebahagiaan mereka yang salah mungkin dunia saya yang masih kedap akan suara mereka dan makna dari bahasa tubuh yang mereka.

Berarti sekali lagi saya harus meninggalkan Bekasi, sekali lagi saya meninggalkan teman-teman saya dan memulai perjalanan di bab baru dalam hidup saya, perputaran nasib telah berubah, namun saya masih bingung dimana posisi saya saat ini? Bahagiakah? Sedihkah? Atau saya kembali diposisi awal dalam hidup saya. Saya akan benar-benar merindungan buluk, cepot, julpan dan yang lainnya, sedangkan isan, nden dan colin kini sudah kuliah dibandung, namun sampai saat ini saya jarang sekali bertemu dengan mereka mungkin hanya kiting dan colin yang masih sering saya temui karena mereka berkuliah dikampus jatinangor sekarang sama seperti saya.

Semua berlangsung seperti biasa namun saya masih tidak bisa menghilangkan kesepian akibat unis yang sudah tidak ada kontak sama sekali, awalnya kami masih kontakan namun makin lama kami semakin jauh dan kini dia sama sekali tidak hadir dalam hari-hari saya lagi. Saya mulai tinggal dijatinangor lagi pada awal Agustus 2010, dengan kondisi kosan yang berbeda dulu ada humam, dan gepeng di dua kosan lain dan kini sudah berganti kiting dan seorang mahasiswa baru, anak sastra arab, namanya agung, kami para penghuni kosan memanggilnya agung kecil karena disini sudah ada Agung besar yang kuliah disastra jepang.

Meskipun saya sudah bukan mahasiswa terlantar, saya merasa ada yang kurang disini, dennis dan ambon. Seandainya mereka masih disini pasti lebih seru, saya lost kontak juga dengan mereka sejak pindah kebekasi, terakhir bertemu ambon saat bulan puasa kemarin. Dan denis bahkan saya sudah lupa kapan terakhir kali saya bertemu dengannya.

Kini saya dipertemukan oleh teman baru saya diangkatan 2010, mereka berasal dari berbagai macam tempat, ada yang dari Palembang, Bandung, jogja, Jakarta, bahkan banyak juga yang berasal dari bekasi. Namun tetap saja saya haru berbohong masalah ini, saya akan menceriakannya suatu saat nanti, saat semuanya sudah tepat.

Kondisi hari ini sangat berbeda jika diandingkan dengan tahun lalu. Saya mungkin masih bingung dengan hari ini. Terkadang bersama teman-teman baru saya merasa canggung. Mereka terlihat sangat senang, sedangkan saya, sudah pantaskah saya terlihat senang sekarang, bolehkah saya tersenyum seperti mereka, padahal kepada mereka saja saya sudah merahasiakan sesuatu, saya sama sekali belum menceritakan kejadian tahun lalu, saya leih terlihat seperti orang bodoh ketimbang seseorang yang masuk ke universitas karena mencoba lagi, setelah tahun lalu gagal masuk ke universitas tersebut, tertipu juga pula.

Dikampus sering sekali saya bertemu dengan teman-teman saya tahun lalu, teman kelas saya, atau temannya ambon dan dennis. Mereka menjadi sangat kaku jia melihat saya, saya tdak tahu apa mereka tahu sesuatu tentang saya, jika mereka tahu, mengapa mereka kaku?. Atau mungkin mereka hanya menganggap aku hanyalah seorang pengambil hak orang, masuk lewat jalur mahal, dan keluar lalu masuk lagi, saya mungkin dianggap sebagai seorang bodoh, labil, dan penghambur uang. Jika memang itu yang ada dikepala mereka, saya mau mereka tahu, saya sudah tidak kuat lagi bila harus berbohong tagi.

Tahukah kalian. Saya bukanlah mmahasiswa disini tahun lalu, saya adalah orang yang telah tertipu puluhan juta dan saya dimasukkan begitu saja oleh seorang penipu ke kerumunan sebagian dari kalian tahun lalu. Ke dalam kelas kalian. Saat kalian masih bersenang-senang dengan acara futsal kalian, acara ulang tahun kalian, dan kebahagiaan kalilan karena menjadi mahasiswa baru, saya sedang mencari suatu kebenaran dengan ketiga teman saya yang bingung. Jatinangor bagaikan neraka saat itu. Mata-mata tertuju pada kami, menembaki kami dengan peluru-peluru pertanyaan yang harus kami jawab ddengan kepalsuan. Tahukah kalian disaat saya pergi meninggalkan kelas dan tidak pernah kelihatan lagi dikelas, adalah saat saya sedang merindukan kalian dirumah dan tidak memiliki kuasa sedikitpun untuk kembali ke kelas, ataupun mengunjungi kalian. Dan saya bukanlah orang bodoh yang menghamburkan uang orang tua, saya hanya seorang bodoh yang memberi jawaban palsu agar semua kelihatan normal, dan saya hanyalah seorang bodoh yang mencoba untuk merubah dunia saya menjadi lebih baik, saya adalah rachmat ramadhan.

end

Rabu, 15 September 2010

Sebuah Pesan Untuknya

Hey, apa kabar beng? Aku harap kamu masih baik-baik aja kayak dulu ya. Hhe aku selalu berharap dan berdoa agar kamu akan selalu baik-baik aja beng. Aku nggak mau amu merasa sedih dan merasakan kebingungan tentang kehidupan. Aku jarang banget bisa hubungin kamu akhir-akhir ini beng, maaf ya. Biasa lah kamu tahu kan aku tuh kalo jarang ada yang hubungin tuh males banget beli pulsa, ngurus hape aja berasa ga penting, hhe.

Beng kamu tahu ga? Dulu tuh aku mau banget ngerasain kuliah normal kayak orang-orang, temen-temen aku, kayak kamu beng, dan sekarang aku udah jadi mahasiswa yang normal beng, di unpad, di fikom, fakultas favorit aku itu lho, kau tahu kan kenapa aku pengen banget masuk disana, jadi aku ga usah cerita lagi hhe, tapi kalo kamu lupa kamu bisa buka buka lagi blog aku yang pertama kayak dulu hhe.

Aku pikir tahun 2009 itu tahun paling berat beng dalem hidup aku, aku merasa down banget sama semua hal yang au rasain, dan aku sekarang berharap banget bisa ngebales itu lagi, biarpun dalam ngejlin hubungan sama kamu rasanya aku udah gagal, aku gagal bikin kamu bahagia kayak yang dulu kita inginkan, beng kalo aku inget-inget beberapa bulan sebelom ini aku kangen banget tau beng, aku kangen banget disibukin sama berbagai hal yang berhubungan sama kamu, aku kangen banget berantem gara-gara masalah yang beragam sama kamu, ake kangen banget kamu ngatain aku gara-gara aku ngigo pas kamu berusaha bangunin aku pagi-pagi, dan pas kita nyari bonus ceesan buat nelepon dua jam tiap malem, hhe.. kalo kita pilah-pilah bagian menarik dari hubungan kita, sebenernya asik banget ya beng. Cuma satu hal yang masih belom kesampean sampe hari ini beng yang aku masih bingung dan ga tau kenapa nggak pernah kesampean, yaitu aku bisa sekedar jalan berdua ngobrol sama kamu. pas di ulang tahun fina pas aku salah kostum itu sebenernya aku pengen banget ngobrol banget sama kamu beng, pengeen banget, tapi banyak banget temen sma kamu disana, kamu pasti kangen banget sama mereka, pengen ngobrol sama mereka, ia kan? Dan ada dia, dia yang lain, yang selalu nunggu kamu, dan aku merasa aku bukanlah sosok yang terlalu berpengaruh bagi kamu saat itu.

Dulu aku pernah cerita ya beng soal bagaimana pacaran kita edisi bulan ramadhan, pasti seru deh, hhe, tapi semuanya beraakhir jauh sebelum bulan ramadhan tiba, itu yang bikin aku merasa sedih, ya aku merasa sangat sepi beng, aku pengan banget nelepon kamu, bangunin kamu sahur, dan aku Cuma bisa sms, dan itu pun nggak lama, aku udah ada di Bandung saat itu, aku pengen banget ngajak kamu buka bareng, aku ngusahain waktu yang tepat, dan bagaimana caranya supaya bisa buka bareng kamu, dan ternyata nggak semudah yang aku kira, kita udah sibuk sama kegiatan masing-masing beng, kita udah nggak kayak dulu lagi, mungkin selama ini kamu berpikir aku udah lupa sama sekali, total sama kamu beng, tapi demi Allah, nggak beng, nggak, aku masih, masih banget pengen hubungin kamu, pengen tahu kabar kamu.

Dulu kita pernah berantem gara-gara pas aku lulus smup dan sibuk sama grup baru dan temen-temen baru di facebook aku, inget ga beng, kamu mikir aku udah nemuin dunia baru, temen-temen baru dan nggak butuh kamu lagi. Beng kalo kamu masih mikir hal itu bener, kamu salah besar beng, semua nggak yang waktu itu kamu pikirin beng, disini aku bingung, aku sendirian beng, aku ngerasa jauh banget dari dunia manapun, dunia tempat asalku, kamu, temen-temen dari dan di bekasi udah jauh banget, kita jarang kontekan lagi, aku berasa terasingkan dari tempat nyaman dari hati kalian, dan saat aku melihat dihadapanku terdapat dunia baru, dunia yang samar masih aku salami lebih dalam dan aku bingung beng, gimana cara biar aku masuk, dan itu sangatlah sulit, aku nggak mau jad orang yang lain kalo aku masuk ke dunia baru itu beng, aku merasa, merasa bingung, aku ga tau harus kemana, aku ga tau hal apa yang harus aku lakuin beng, aku ga tau harus cerita ke siapa beng tolong aku beng, beng aku kangen banget sama masa lalu aku beng, ini bukan hal yang aku pengenin, akankah ini bakal berubah beng, dengan hal baru dan tetap bersama kalian, di dunia baruku, dengan kalian dari dunia lama yang jauh? Beng kalo aja suatu hari di hidup aku aku bisa dipertemuin berdua sama kamu sekali lagi aja, aku pengen banget ngobrol banyak sama kamu soal hal yang sangat mengganggu ini beng, dan kamu bisa ngasih aku semangat dengan sebisa kamu, apapun itu, aku berharap banget bisa cerita sama kamu beng, aku ada dijalan yang sangat salah sangat salah, aku ga mau tahun ini aku mengulang kesalahan yang sama yang nghancurin hidup aku lagi beng. Aku nggak pernah dapetin orang baru yang gantiin kamu disini beng, ga pernah, dan ga akan pernah. Berkali-kali aku coba buka hati buat siapa aja yang ada di deket aku, tapi ga bisa beng, dan kini aku tahu beng, mungkin memang kita ga akan bisa kayak dulu, kamu pun udah nemuin dunia baru kamu yang lebih indah biarpun tanpa kehadiran aku disana, ia kan beng? Ia kan?kalo emang itu bener,aku juga seneng, berate hal yang aku harapkan tercapai, semoga kamu senang disana ya bengku, bengku yang dulu.. have fun, make yourself colorful, keep in your smile, god will bless every step on your way beng.

Sabtu, 24 Juli 2010

The end of a chapter of my life

ga pernah cape gue terus berkata "inilah kehidupan"dalam hati setiap momen di seriap waktu, setiap djam saat gue sadar setiap momen emang pasti ada harganya. dan hari ini, setelah gue melalang buana dengan segala masalah yang berawal dan berakhir, baik itu berakhir menyenangkan ataupun berakhir mengecewakan, gue terus aja mencari ini dan arti positif dari semua itu.

banyak banget rintangan dalam hidup gue sejak bab ini dimulai, bab dalam kehidupan gue, bab kedua setelah bab pertama yaitu bab pengenalan awal tentang kehidupan. bab pertama adalah bab yang menceritakan tentang bagaimana gue memulai kehidupan dari gue mulai membuka mata, bab yang sangat jauh dari bab ini, bahkan bab yang baru berakhir ini adalah bab yang terasa sangat panjang dengan banyaknya cerita didalamnya, bab yang baru selesai ini sudah berlangsung sangat lama bahkan jauh sebelum gue berniat buat bikin blog ini, segala postingan yang gue tulis adalah selembar cerita pahit manis yang mungkin pengen gue tulis saat itu, setiap semua masalah berawal, berlangsung ataupun berakhir, gue pengen banget nulis semua itu, biarpun ga selalu seeperti yang gue inginkan. dan inilah gue rasa akhir dari sebuah cerita yang mengawali beb baru dalam hidup gue.

akhir-akhir ini gue punya kegiatan baru, kegin-kegiatan yang menurut gue sangat bagus dan bakal meningkatkan tali persaudaraan dan persahabatan. sejak gue masuk lagi dikampus gue sebagai mahasiswa baru. gue masuk ke sebuah kehidupan baru. kehidupan yang sangat dimanjakan dengan sapaan disana-sini, tanyaan dan perkenalan dari sana sini.

yup! gue nemuin beberapa teman baru dari sebuah grup di salah satu jejaring sosial terkemuka di dunia. facebook, saat gue masuk grup ini adalah grup paling sepi karena hanya satu orang yang beru masuk ke grup itu dan orang itu adalah gue. beberapa minggu gue nggak hiraukan grup itu dan beberapa har kemudian gue mulai kunjungi lagi lagi buat nyari informasi tentang mahasiswa baru. dalam hitngan hari gue makin banyak mendapat permintaan pertemanan, sehingga gue pun menawarkan untuk menjadi teman pula di facebook. Semuanya pun bermulai, hal baru dalam hidup gue yaitu merasa menjadi manusia baru yang diterima setelah selama hamper satu tahun gue ngerasa diasingin sama semua orang yang gue kenal maupun nggak dikenal karena gue adalah satu-satunya orang yang ngerasa udah membohongi mereka, orang-orang yang berada disekeliling gue, baik teman, saudara, dan orang-orang yang baru gue kenal bahkan yang nggak gue kenal sama sekali. Gue terpaksa bohong, terpaksa menipu mereka, dan diri gue sendiri, sebisa mungkin gue nggak mau mereka tahu tentang gue, siap gue dan apa yang gue rasain saat itu. Karena disaat mereka tahu siapa gue, semuanya bakal berubah.

Dan semuanya udah sepenuhnya berakhir saat ini, gue udah sama orang-orang yang tetap ada disamping gue, dan orang-orang baru dalam hidup gue, biarpun sama sekali mereka nggak tahu apa yang gue rasain kurang dari sau tahun yang lalu. Gue pun ga peduli jika mereka bertanya dan mencari tahu, yang gue mau tahu mereka tau apa yang gue rasain saat ini, di akhir bab dalam hidup gue ini. Dan saat buan baru itu tiba, semuanya akan segera berganti dan semoga semua ini menyenangkan.

Ini adalah puncak kebahagiaan gue, puncak dimana semuanya udah terganti dan gue puas. Dan hanya satu ketakutan gue saat ini. Saat gue terbuai dengan kebahagiaan ini, sedangkan semuanya nggak akan pernah berlangsung terus menerus, karena setiap bagian dari kehidupan bahagia, sedih, marah dan lain sebagainya memiliki titik jenuh, dan semuanya akan segera berakhir dan memulai segala perputaran pada roda kehidupannya. Inilah satu kekalutan yang melanda di akhir bab dalam hidup gue, dimanakan gue hrus berpijak? Dan sampai kapankah semua ini akan tetap berlangsung, dan dimanakah semuanya bakal berakhir. Apakah gue bakal kebawa terbang tinggi dengan kebahagiaan ini, sementara saat gue udah nggak sanggup nahan semua rasa puas yang berlebihan ini, gue bakal jatoh dan nggak bisa bangun lagi, dan saat ini gue ngerasa nggak pantes ngejalaninnya, hari-hari ini, harapan ini, terlalu mewah buet gue ngerasain ini semua. Orang kayak gue ga pantes diperlakuin kayak gini, kebahagiaan dari sana sini, tertawaan, dan gue masih belom sanggup buat berpikir gue adalah orang yang pantes berdiri ditempat gue menapak saat ini.

Dilemma besar diakhir bab dalam hidup gue, apa gue bisa nemuin solusi dari semua ini, apa semua orang dalam hidup gue saat ini, semuanya oaring yang udah nemenin gue selama ini, dan yang baru dateng ke hidup gue saat ini bisa terus menerus memperlakukan gue kayak gini, apa mereka udah sepenuhnya mengenal gue dari kekurangan dan kelebihannya, dan apakah mereka sanggup menerima gue yang ini, gue yang apa adanya, gue yang tenyata hanya seorang yang nggak ada apa-apanya. Gue yang tersesat dalam gempita kehidupan yang terlalu bahagia, terlalu banyak kebahagiaan, membawa kita ke titik tertinggi dalam kehidupan dan bersiaplah untuk terjatuh dari ketinggian tanpa trampoline dibawah kita, tanpa per tertempel di sepatu kita dan tanpa parasut yang siap mengamankan kita. Siapkah gue?.

Minggu, 20 Juni 2010

Kami Menyabutnya "prihatin"

Ini adalah kisah kehidupan, kisah yang mengisahkan sebuah perjalanan hidup sebuah keluarga kecil yang diperbesar-besarkan. Membuktkan bahwa perkawinan bukan jaminan kebahagiaan. Ini adalah sayam saya yang selalu menunggu kebahagiaan datang, saya lahor di Jakarta sekitar 49 tahun yang lalu tanggal 13 Desember, disebuah gang kecil yang saya tahu daerahnya di sekitar mampang perapatan.

Saya terlahir dengan normal dan sehat saat itu, saat saya buka mata saya sudah memiliki 5 orang kakak, dan saya dilahirkan dlam keluarga yang idak terlalu menjanjikan saat itu, ayah saya adalah seorang manteri kesehatan, dan ibu saya hanyalah ibu rumah tangga biasa. Biarpun saya hidup dikeluarga ini banyak hal yang terasa kurang, saya hidup di kawasan pinggiran kota, kawasan yang tidak terlalu terkenal pedesaan, dan keras kehidupannya, semakin berjalannya waktu semakin bertambah saya, hingga total anak di keluarga kami ada 12 orang, kebutuhan keuarga saya semakin banyak saja, untung saja ayah saya adalah ayah yang hebat, dia selalu benting tulang bekerja membiayai kamu sekolah, membiayai kehidupan kami sehari-hari.

Kata orang-orang ayah saya adalah mantra yang hebatm seorang tabi handal dan hanya satu-satunya mantra di kisaran Jakarta pusat sampai Jakarta timur dan selatan, namanya sangat kesohor saat itu, ayah juga adalah orang yang hebat, karena beliau kenal dengan orang-orang hebat, dia bisa menghidupi kami ber-12 bahkan dengan ibu saya, ini adalah kebanggaan tersendiri bagi kami anak-anaknya, suatu hal yang sangat membuat kamu tersenyum saat kami membicarakannya saat ini, kami bangga sekali mencaritakan masa lalu kami kepada anak cucu kami saat ini.

Kehidupan yang ini, adalah kehidupan yang bukan generasi santai, biarpun kami membutuhkan banyak biaya, dan ayah saya cukup bisa membiayai kami, namun kami tidak mau terlalu membebani mereka dengan segala kebutuhan kesenangan kami, hal yang ingin kami beli kami beli dengan cara menabung, segala hal yang kami inginkan, dan kami rasa kami bisa membuatnya, kami akan membuatnya, kehidupan yang kami sebut dengan kehidupan “perihatin” ini mungkin awalnya sangat membebani kami, kami ingin ini, kami ingin itu, kami ingin seperti teman-teman kami yang memiliki segala hal yang diinginkan hanya dengan bermodalkan rengekan-rengekan dan wajah memelas kepada orang tua mereka, sedangkan kami, kemi tidak selalu seperti demikian, kami harus menunggu sampai ayah memiliki uang yang cukup, belum lagi bila saya memiliki sebuah barang, maka saudara-saudara saya yang lain pasti merasa ingin memilikinya juga.

Memang kehidupan yang sangat sulit, namun perihatin yang kami selalu kami lakukan ini sangat membantu kami, kami memiliki pemikiran dewasa, segala sesuatu yang kami lakukan harus berdasarkan jalan pemikiran bersama, dan musyawarah, pemikiran dewasa yang otomatis muncul dari dalam benak kami dengan sendirinya. Kami sering sekali berjualan untuk membeli sesuatu yang kami inginkan, dan penghasilannya cukup untuk kami jajan, dan lain-lain. Namun ketika kami tidak tahu apa yang harus kami beli, kami akan menabungkannya dan akan menggunakannya untuk membantu saudara kami yang lain yang kesulitan, atau membantu membiayai pendidikan kami.

Semua itu berlangsung dari waktu ke waktu, hari ke hari, dari minggu ke minggu sampai kami menyelesaikan pendidikan kami, sampai kami kerhja dan kami bisa membantu ibu kami membiayai adik-adik kami yang masih sekolah. Kebersamaan yang kami rasakan sangatlah indah, kami menghormati orang tua kami, orang tua kami memomong kami, mendidik kami dengan baik, saudara yang lebih tua selalu mengertikan yang lebih muda, yang lebih muda pun tetap menghorati yang lebih tua, selalu begitu sampai hari ini.

Sekarang kami sudah dewasa, ayah dan ibu sudah tidak terlihat sekuat dahulu, ayah sudah mulai sakit-sakitan, dan ibu pun demikian, kami semua mengumpulkan uang untuk membiayai kehidupan dua orang paling berarti dalam hidup kami tersebut, kami mengumpulkan uang tidak hanya untuk orang tua kami, untuk keluarga kami masing-masing juga, sekuat tenaga kami membanting tulang untuk membiayai hidup kami semua, orang-orang yang sangat berarti dalam hidup kami.

Namun waktu berkata lain, sekuat apapun kami akan berusaha, sehebat apapun kami bekerja dan sebanyak apapun hasil yang kami dapat untuk membiayai pengobatan ayah, kondisi ayah semakin lemah, ayah sering sekali keluar masuk rumah sakit, kondisi badan ayah semakin hari semakin lemah, namun kami sangat bangga kepadanya, beliau adalah otang yang sangat kuat, dokter selalu bilang kepada kami bahwa orang yang sudah memakai selang penafasan, mungkin waktu hidupnya tidak lama lagi, tapi ayah kuat sekali, beliau masih bisa berahan dalam beberapa tahun.

Namun semua itu akhirnya berakhir, ayah menghemuskan nafas terakhirnya juga, tugas beliau sudah selesai, beliau memberikan kami pelajaran tentang kehidupan, tentang hidup perihatin, dan kami pun berharap hal ini terjadi pula pada anak cucu kami, agar tetap terjalin sebuah keserasian dalam hidup, roda hidup yang tetap berputar tanpa kemalasan dan bersantai-santai, dan hingga saat ini, saat saya sedang perihatin, saya membawa seluruh keluarga saya menggunakan prinsip hidup yang pernah saya dan keluarga saya lakukan dahulu, bersama seorang komandan yang sangat hebat, menjajaki lautan ehidupan yang banyak rintangan, dengan bahtera rapuh namun tetap berlayar, saya ingin semua orang melaksanakan hal tersebut agar terjadi kedisiplinan dalam hidup bermasyarakat, dan berumah tangga, apabila semua itu terwujudkan, dan semua saudara-saudara saya pun melakukannya, dan terciptalah kehidupan selaras seperti apa yang kami pernah rasakan, ayah pasti tersenyum bangga kepada kami, generasi yang bukan generasi santai. Terimakasih ayah.


“Cerita ini adalah cerita ayah saya Jaya Sunjaya, cerita dari kehidupan keluarga alm Bp. Udju
Terimakasih ayah, kakek semoga kehidupan selaras dan perihatin ini akan berlanjut di kehidupan saya di masa depan.”