mari mencari kita mencari..

Selasa, 30 Juni 2009

Seberapa kuat kita menahan rasa Takut

Hari ini Danu terlihat sangat bahagia, entah mengapa dia terlihat seperti itu. Padahal disetiap hari sejak saya mengenalnya di sebuah kafe kecil disudut kota dia tidak pernah tidak pernah terlihat tersenyum bila tidak perlu. Hari itu saya sedang makan siang bersama Anti tean kampus saya setelah dari pagi saya berputar-putar kota bandung mencari sekolah hari itu mengadakan pentas seni dan ingin diliput untuk sebuah artikel majalah di kampus.

Danu adalah seorang teman saya, dia adalah satu dari sekian banyak seniman jalan disana yang saya kenal. saya mengenalnya dikafe itu karena dia sering sekali makan dan duduk-duduk sambil minum kopi untuk menghilangkan penat setelah seharian mencari ide untuk setiap lukisannya.

Namun siang itu dia tampak melukis diluar kafe terbuka tempat saya makan, sejenak saya perhatikan si pelukis yang biasanya berlaku dingin pada setiap orang, namun entah mengapa tidak hari ini, saya memperhatikannya sambil berbincang-bincang dengan Anti tentang Danu dan kesehariannya, sudah kira-kira sebulan saya mengenalnya, ya terkadang saya juga minta dilukiskan oleh dia, namun biar kenalpun dia tetap saja terkadang asih ddingin dan tersenyum bila ia mau dan bila hal itu perlu dilakukan. haha Anti tertawa saja mendengar cerita itu, " kenapa kita tidak wawancara dia saja ram?" tanya Anti. Oh iya ya lagipula saat itu kami tidak mendapat berita banyak soal pentas seni yang kami cari, "yadah, aduh kenapa tidak kepikiran dari tadi, tunggu dulu Ti biar saya tanya dia dulu." bilang saja pada Anti sambil menggalkan kursi saya menghampiri Danu di depan kafe.
Setelah saya dateng dan berbincang sedikit, saya menawarkan untuk duduk dan minum kopi dikafe, "nanti dulu Ram tunggu lima menit ya, saya lagi tanggung ni." kata Danu. yasudah setelah itu saya kembali ke meja kafe, saya belum menanyakan apakah dia mau diwawancarai hari itu, sambil menunggu Danu saya mengisi waktu dengan ngobrol-ngobrol dengan Anti.

Beberapa saat Akhirnya Danu menghampiri meja kami, dan duduk di sebelah kanan saya, saya pun memesan dua kopi dan satu teh untik Anti, "Saya mau certa ni ram.." Kata danu pada saya, "Mau cerita apa?eh kenalin dulu dong Dan, ni Anti, teman Sekampus saya." kata saya, setelah mereka berkenalan dan menanyakan bebrapa hal selayaknya orang yang baru berkenalan, saya kembali bertanya pada Danu, mau bercerita tentang apa tadi.

setelah itu danu pun menceritakan hal yang paling menakutkan pada dirinya, yang membuat dia menjadi lebih ceria dari hari biasanya hari itu, namun saya masih belum mengerti apa yang membuat dia merasa takut sampai harus seperti itu. Akhirnya dia mulai bercerita, "hm kalian diam saja dan dengarkan ya, kalo mau bertanya tidak mengerti, tanyakan saja tidak apa-apa."

Dari ceritanya dapat dijabrkan kalau dia sangat takut sekali hari ini, dia tidak ingin hal bodoh kebali menghampiri dirinya membuat dia kembali terjatuh dalam lubang yang sama, Hal dari masa lalu kembali menghampirinya, memberi harapan, entah apa maksud dari harapan itu, hal yang pernah ada dihari-harinya, seseorang yang pernah menjadi bintang paling terang dalam hidupnya, namun telah lama pula dia putuskan untuk brusaha melupakannya, biarpun sampai hari ini dia tidak akan pernah bisa melupakannya, kemarin orang ini kembali lagi setelah beberapa saat menghilang dan tidak peduli.

kini orang itu memang kembali, entah untuk apa sampai hari ini dia tidak tahu, berhubungan kembali biarpun tidak sehangat dahulu, hal ini membuatnya takut, hal ini terus membuat dia bingung dan selalu terbayang, dan serasa mengiris tangannya sendiri dengan silet.

"Saya takut, saya takut perasaan itu kembali Ram." keluhnya pada saya, perasaan bingung yang ketakutan itu merasa ingin muntah, membuat dia selalu merasa sangat takut untuk bertindak, orang pendiam biasanya akan sangat terlihat dari raut wajahnya bila ia sedang sedih, dia mengetahui akan hal itu maka dari itu dia sangat ceria hari ini. menutupi semua kesedihan dibalik matanya dengan tawa dan canda.

Banyak orang kuat diluar sana, ada orang yang lemah, ada orang yang berhati teguh, dan sangat kejam sekalipun, ternyata semua itu tidak memastikan seberapa kuat mereka dapat merasakan sakit hati, terkadang orang kuat atau kejam sekalipun takluk dan bergelap-gelapan dengan dendam melakukan hal-hal bodoh ditengah gelap matanya, bahkan ada orang yang lemah tidak bisa melakukan apa apa terbatas dalam segala hal yang bisa menahan semua itu sampai rasa sakit itu hilang dengan sendirinya, bahkan seorang seniman jalanan yang terlihat sangat tegar sangat kuat pendirian dingindan tak ada celah kelemahan dalam dirinnya, tidak mampu melawan segala rasa takut untuk mencintai akibat patah hati yang tidak akan pernah sembuh atau hilang sepanjang hidupnya.

Hal yang telah berlalu dan menghancurkan harapan, mimpi indah, rencana masa depan kadang membuat kita merasa asing dikehidupan yang bahkan selama ini tanpa sadar kita lalui, kehilangan seorang yang berharga akan membuat kita merasa ada yang kosong, ada yang hilang dan tak tahu apa akan kembali, pada awalnya kita selalu berharap ia akan kembali, namun seiring dengan berjalannya waktu, semua harapan itu akan hilang dan tidak pernah berharap lagi, tidak akan pernah menginginkannya kembali. kecewa yang berlarut-larut akibat pengharapan yang tidak pernah datang, adalah sebuah persimpangan yang memaksa kita memilih untuk berubah menjadi orang yang baru, atau tetap menjadi diri sendiri dan terus manahan rasa sakit akibat kenangan yang akan selalu terbayang hingga mati rasa dan kebal akan semua hal itu.

Cerita danu membuat kami saling bercerita akan hal yang paling ditakutkan dari apa yang disebut cinta dan kembalinya orang yang dicintai dari masa lalu hingga membuat saya dan Anti lupa untuk mewawancarai Danu soal pekerjaannya, karena kami keburu harus pulang karena sudah terlalu sore, haha dasar bodoh.



Stereomantic-Takut

Stereomantic - Takut

di tengah keramaian
sesaat ku terdiam
melihat sesuatu
yg membuka hatiku

telah didepan mata
aku melihat cinta
kau yang telah berlalu
namun terus mengganggu

walau ku tak lagi sendiri
namun kau tetap saja mengahantui

tak pernah ku sadar ku kini
ku takut jatuh cinta kepada dirimu lagi

Senin, 29 Juni 2009

Sister Morphin - Baik Untukku

Sister Morphin - Baik Untukku

Aku sedih, kamu mau pergi

pergi kecinta yang lain, dan aku tak tahu

aku hancur, dan aku bosan menangis

kumasih jatuh padamu

namamu masih ada dihatiku

reff:

semua orang bilang sintaku ini bodoh dan salah

tapi ku tak akan peduli, karena kau baik untukku.

kau baik untukku

Aku sakit, dan aku muak menangis
bisakah kau lihat lagi

gambarmu masih ada dihatiku

reff:

semua orang bilang cintaku ini bodoh dan salah

tapi aku tak akan peduli, karena kau baik untukku

kau baik untukku

Minggu, 28 Juni 2009

Khayalan Bodoh Seorang Sahabat

Ini adalah cerita bodoh teman kampus saya namanya Arfan, seorang penghayal tingkat rendahan, yang sering menceritakan khayalan yang saya selalu cari tahu apakah hikmah dari setiap ceritanya.

kadang saya selalu bertanya padanya, apakah ada untungnya berkhayal seprti itu? apakah kau mendapatkan hal yang berguna dari semua khayalan itu?, dan dia mengakui tidak ada keuntungan apa-apa dari semua khayalan itu, seorang pengkhayal akan mendapatkan motivasi untuk lebih maju, seorang pengkhayal bisa mendapatkan inspirasi untuk menuangkan sebuah cerita kedalam sebuah tema, sejenak saya berfikir apakah ini yang selalu saya lakukan pula, mendapatkan semua dari apa yang saya lihat dan saya rasakan semua melebur menjadi satu kedalam sebuah kerangka cerita yang membentuk segala hal yang selalu terbayang dibenak saya, biarpun itu tidak akan pernah terjadi.

Teman saya selalu berkhayal tentang hidupnya, merangkainya menjadi suatu yang terdengar indah, semua dia kreasikan bagaikan sebuah drama penuh harapan yang akan terjadi dalam hidupnya biarpun itu tidak mungkin.

Andaikan saya adalah seorang yang sedang bermimpi hari ini, andaikan saya sedang tertidur dan berada dalam mimpi seorang yang sedang terbaring koma di ruang ICU, andaikan saya adalah Penderita Jantung koroner yang terjatuh saat merasakan hal terberat dalam hidup saya, ceritanya pada saya.

Arfan bercerita, berkhayal seolah-olah saya adalah dirinya, seolah-olah saya adalah seorang yang sedang bermimpi saat ini, hingga saya terus mandalami ceritanya, mencoba menjabarkan dari awal ceritanya.

Kembali ke beberapa tahun yang lalu, saat kepahitan yang mulai memakan hari-harinya dengan kecemasan kecurigaan dan ketamakan atas semua yang telah ia miliki. semua sekejap berubah menjadi sebuah tekanan saat dia benar-benar butuh seseorang yang ia harapkan bersamanya, menemaninya, saat gelisah dan cemas, berawal dari kecurigaan terhadap seseorang yang dia miliki, kecemasan dan ternyata hanya kecemasan yang berlebihan yang menimbulkan kecurigaan yang seharusnya tak perlu dia fikirkan.

setelah memastikan kerumah Tika kekasihnya, dan pulang dengan hati yang sangat tenang, sesampainya dirumah dan beristirahat sebentar setelah tidak dapat tidur nyenyak semalaman suntuk, tiba-tiba ada sebuah pesqan pendek ke ponselnya, berisi pesan perpisahan yang sangat tidak jelas apa masalahnya, sesaat jiwanya tersentak, terdiam dan hanya bisa melihat, dan berusaha menghubungi Tika pasangannya, saat ditelepon Hanya ada temannya yang menjawab dia menyampaikan bahwa Tika tidak ingin berbicara dengannya hanya menangis tak jelas mengapa, Arfan bingung bukan kepalang ia hanya bisa meratapi mengapa bisa terjadi seperti ini, biasanya sesulit apapun masalah seberat apapun bisa mereka selesaikan dengan kepala dingin biarpun tidak selalu menghindari pertengkaran dan silang pendapat.

Bertahun-tahun kami menjalani hubungan dengan penuh perjuangan mempertahankannya biar apapun masalahnya, katanya dan kini saya hanya bisa termangu melihat apa yang saya hadapi.
berbulan-bulan dia menjalani hidup dengan penuh bayangan tentangnya, bercerita-bercerita dengan orang lain menanyakan apa ada yang salah dengan dirinya, mereka hanya bilang semua yang berlalu sudahlah biar semua terlewatkan, kamu hanya terlalu baik untuknya, mungkin ada diluar sana yang bisa menghargai apa yang bisa kamu berikan padanya.

Diluar dugaan semua pendapat dan saran positif yang orang-orang terdekatnya bahkan seorang yang pernah bersamanya beberapa tahun silam, tidak dihiraukannya, hanya ada dendam hanya ingin membalas apa yang pernah dilakukan Tika padanya selama ini, Arfan berfikir bahwa bertahun-tahun Tika bersama dengannya hanya ingin memanfaatkan segala yang bisa dirinya berikan pada Tika biarpun itu tidak mewah, biarpun hanya berjalan-jalan ke toko buku bila tidak memiliki uang yang cukup untuk nonton bioskop atau makan dicafe, dia hanya berfikir cinta yang sederhanya dan apa adanya adalah suatu yang indah dan bisa dikatakan murni dan tulus.

tampaknya apa yang telah terjadi pada dirinya sangat menghancurkan dirinya hingga akal sehatnya, dia menjadi lebih buruk dari apa yang pernah dia lakukan sebelumnya, dia terus menyakiti dan menyakiti hati orang yang dekat dengan dirinya, memberi harapan untuk orang untul mencintainya namun setelah orang -orang itu mencintainya labih dalam dia akan menyianyiakanya, dengan delalu beralasan tidak ada cinta yang murni, tidak ada yang namanya cinta sejati, semua hanyalah dongeng dan khayalan para pujangga dan penulis novel-novel cinta belaka. dengan berdasarkan sudut pandang seperti itulah ia hidup menjalani hari-harinya yang dipayungi oleh gelap mata akibat dendam yang berlebihan.

Hingga dia mendapatkan seorang teman yang dia tidak sengaja berkenalan dari sebuah toko buku dikota ini, dia tidak sengaja berkenalan saat berebut sebuah buku biografi tentang Albert Enstein, Fikartini Hermawan adalah seorang anak SMA yang masih kelas 3 saat itu, pada awalnya mereka bertengkar dan saling menggerutu akibat buku yang di rebutkan rusak dan salah satu diantara mereka harus ada yang membeli buku tersebut, mereka saling egois dan tidak mau mengaku salah dan membeli buku rusak tersebut.

Dan pada akhirnya keadaan yang membuat Fika membayar buku itu, setelah Fika membayarnya buku itu dilmparnya ke kaki Arfan, dan manangis keluar. sejenak pemikiran egois dan tak berperasaan Arfan untu menjadikan Fika menjadi target penipuan dia selanjutnya muncul, dia menghampiri Fika yang terduduk di depan mall sambil menagisi hal yang baru saja terjadi, disodorkannya buku biografi itu pada Fika, dia meminta maaf dan menmberikan uang yang Fika keuarkan untuk membeli buku tadi, " biar saya ganti nanti dengan buku yang lebih bagus, di toko buku langganan dkat kampus saya mungkin ada" bujuk Arfan.

setelah itu mereka berkenalan hingga mereka saling menanyakan nomor telepon satu sama lain, setlah beberapa lama mereka saling mengenal dan dekat, Fika menceritakan suatu hal yang tadinya sama sekali tidak inin ia ceritakan pada Arfan, ternyata Fika memiliki pacar dan mereka sedang bertengkar hebat, mereka memutuskan untuk berpisah sementara hingga mereka saling menyadari apa kesalahan dari setiap diri masing-masing.

dan disinilah keluasan Arfan diuji, apa yang akan dia lakukan menjadi egois atau bahkan membantunya hingga fika mendapatkan apa yang dia dapatkan, yaitu kembali bersama kekasihnya yang sedang bertengkar hebat. Arfan benar-benar memikirkan apa yang dia lakukan apabila menjadi salah satu diantara mereka berdua. ternyata ada sedikit pintu hatinya yang terbuka untuk menjadi seorang positif thinker, biarpun dia mengetahui bahwa Fika bukanlah wanita yang sebaik dan sesempurna yang dia fikirkan, fika juga adalah seorang pemain hati, namun dia memiliki sebuah kesadaran dia ingin mencoba untuk menjadi lebih baik dengan kekasihnya yang sekarang, namun saat hal itu terpikirkan entah mengapa semua menjadi sangat berat, kepercayaan dan saling menghargai sulit sekali terwujudkan.

Fika berencana membuat kejutan di hari ulang tahun kekasihnya memberinya hadiah ulang tahun yang sangat berkesan, Albert Enstein adalah ilmuan kegemaran kekasihnya itu, mereka berkenalan di saat kelas 2 SMA, saat menonton Film dokumenter Biografi tentang Ilmuan, dan karena beberapa pertanyaan tentang Albert Enstein-lah yang membuat mereka dekan dan saling mencoba untuk menyayangi sampai saat pertengkaran yang hrus memisahkan mereka sementara itu terjadi. Ternya karena itulah Fika sangat marah dan kesal pada Arfan saat ditoko nuku hari itu.

Setelah memikirkan semuanya, hal-hal yang ternyata terjadi pada masa lalunya, Arfan tidak ingin hal ini terjadi pada Fika, entah atas dasar apa, cinta? dia rasa tidak, dia sendiripun tidak pernah mengerti, yang ada dibenaknya hanyalah tidak ingin ada Arfan-Arfan yang lain mengalami hal yang sama dihadapannya, apalagi orang yang baru dikenalnya dan langsung saat ini, biarpun konflik terjadi diawal perkenalan mereka.

Pemikiran bahwa semua perempuan hanya pembohong dan penipu, sejenak dia singkirkan. dia hanyalah seorang lemah dia tahu sebuah hal lain menantinya didepan sana,sebuah perasaan yang selalu membuatnya gelisah yang bahkan dirinya sendiripun tidak mengerti apa itu,hanya dia merasa harus melakukan hal terbaik, sebisanya sebaik mungkin yang berguna untuk orang lain, dia merasa sudah cukup untuk menjadi seorang pendendam.

biar baru mengenal, biarpun tidak terlalu mengerti semuanya, namun mungkin perasaan Fika atau kekasihnya sama seperti dia beberapa bulan lalu. Keadaan memaksa Arfan untuk membantu, ya mungkin biar hanya membelikan biografi dan membungkusnya dengan kado, ya semoga saja dapat membantu biarpun tidak banyak.

Beberapa minggu berlalu begitupun hari dimana Fika harus memberikan biografi yang diberikan Arfan padanya, Fika tidak pernah sama sekali mengabari bahkanmenghubungi Arfan sejak hari terakhir mereka bertemu, saat kado tersebut diberikan pada Fika. setelah beberapa bulan yang berlalu banyak hal yang telah Arfan lakukan bahkan dia sudah sedikit melupakan pengalaman dan orang-orang yang merubah pola fikirnya 180 derajat, khabar terakhir menyebutkan mahasiswi baru bernama Fikarrtini Hermawan menjadi Juara lomba karya tulis sefakultas yang lumayan menghebohkan, mendengar hal itu Arfa segera memastikan, ternyata dialah seorang Fika yang beberapa tahun lalu membantunya melupakan segala penat masa lalu dan dendam yang membutakan mata hatinya.

Biarkan saja dia berlalu melupakan apa yang telah terjadi beberapa tahun lalu, hal yang besar dalam hidupnya, setelah terakhir memandang wajah ceria Fika bersama seorang Pria seumurannya, yang mungkin adalah laki-laki yang membantu dirinya mengubur hari-hari kelam pahit masa lalunya mata terasa berat disertai badan melemas dan terjatuh pingsan tak sadarkan diri yang dia rasakan hanya panggilan Fika yang berlari kearahnya, dia merasa bersyukur dan bahagia karena Fika masih mengingatnya.

Dalam gelap hanya ada suara Fika terdengar pelan " semua sudah berakhir bangunlah, hargailah hidupmu, hargailah orang yang bersamamu selama ada kesempatan". suara yang terus terdengar berulang ulang menyemangati dirinya untuk membuka mata, tanpa disadarinya telah berdiri orang-orang yang menanti kesadarannya, Orang tuanya, saudara laki-lakinya, teman-temannya, dan Tika. Memandang haru pada dirinya, Sedangkan Arfan hanya bisa memandang ke pintu luar berdirilah seorang wanita yang hadir di mimpinya, seolah-olah mengatakan saya adalah malaikat penjagamu. sejak saat itu semua kembali seperti biasanya, Arfan menjalani hidupnya dengan beberapa pelajaran yang berarti bagaimana menyikapi masalah dalam kehidupan, kembali ke aktivitas biasanya, pergi ke kampus, pergi ke toko buku bersama Tika dan menjalani hari-hari apa adanya, tanpa kemewahan, tanpa berlebih-lebihan, tanpa ada hal yang harus dicurigai.

Persis sepertiinti sebuah Film yang saya tonton bersama sepupu saya minggu lalu,

"semakin dalam sepasang manusia mencintai maka semakin besar rasa ingin tahu sehingga menimbulkan kecurigaan yang berlebihan yang bisa menipiskan rasa untuk saling percaya satu sama lain."

Biar bagaimanapun ini hanya cerita Khayalan bodoh Arfan pada saya, tak seperti pemikiran Arfan yang terlalu menginginkan untuk mengulang masa lalu dan memperbaikinya hingga menjadikan sebuah kisah hidup yang dia inginkan. Biarkan saja semua masa lalu itu berlalu. Kebersamaan dengan orang yang telah lalu, tidak seharusnya menjadi patokan, masih banyak petualangan yang menunggu untuk kita lalui dimasa yang akan datang, biarpun bebrapa tahun bersama dengan segala kenangan manis dan pahit, hanyalah selembar bahkan sebait cerita dalam kehidupan setiap manusia. masih ada ratusan bahkan ribuan bait cerita lain yang seharusnya menjadi patokan dalam bertindak, dalam bermotivasi, dan berkarya. penyesalan hanya datang dan berlalu sesuai berjalannya waktu mengapa tidak menengok ke depan, hanya melihat lubang menganga di belakang dan terus dibayangi pertanyaan "mengapa kita bisa terperosok kesana?". masih ada lubang-lubang yang lebih dalam dan terjal didepan yang harus kita hindari dan dilalui.




Selasa, 23 Juni 2009

mereka yang akan saya Rindukan

Mungkin selama di kota ini saya merasakan berbagai macah hal yang paling menyenangkan sampai hal-hal yang membosankan sekalipu, kepuasan yang menampakan keseimbangan antara kegembiraan kesedihan, kebosanan dan kerinduan.

Mungkin banyak orang disini menganggap saya freak dalam menanggapi kehidupan kota ini, namun memang saya akui lama-kelamaan kota ini seakan menceritakan semua sisi negatif dan positif sebagai acuan saya berkembang mengikuti alur yang telah kota ini sediakan.

Mungkin sudah terasa terbiasa dan beberapa akhir terakhir ini saya sering memikirkan apa yang telah terjadi sebelum cerita ini dimulai, seorang anak SMA yang masih mencari jati diri, seorang anak remaja yang selalu mementingkan gaya dan kesenangan yang tidak selalu berpikiran panjang dalam berbagai hal, namun lama-kelamaan saya mempelajari dari segala pengalaman yang berdampak baik maupun positif dikehidupan sehari-hari, bahkan banyak sekali orang-orang yang seakan dikirim oleh tuhan untuk menunutun dan membimbing saya dalam keadaan apapun.

Biar bagaimanapun, mereka tergabung dalam satu poin yang mewarnai kehidupan, dan menyusun semua dari titik yang terendah hingga menjadikan hal-hal yang tadinya kecil menjadi sesuatu yang bernilai besar sampai saat ini.

ada beberapa orang yang selama saya tinggal dikota ini perannya tidak tergantikan, teman SMA yang entah ada dimana keberadaanya, terpencar diseluruh penjuru Indonesia dan kami hanya dapat menanyakan kabar dari facebook.

Saya adalah siswa yang lemah di beberapa pelajaran selama SMA, saya selalu mencari dimana sebaiknya saya mendapatkan tempat duduk dalam kelas dengan beberapa kali pemikiran bersama teman sebangku saya Aldo, pada awalnya Aldo tidak duduk sebangku dengan saya karena dia bersama tiga temannya duduk tengah sisi sebelah kanan kelas kami, sedangkan saya ada di sii kiri tengah kelas, bersama teman-teman saya yang lainnya, di kelas dua SMA saya memutuskan duduk bersama Aldo dan 3 orang temannya itu, saya merasakan perbedaan dalam menanggapi setiap pelajaran biarpun tidak banyak membantu, karena dibelakang kami duduklah empat anak yang dinilai memiliki penalaran yang lebih dari saya.

bukan hanya itu saja yang menjadi hal yang membuat barisan saya menjadi terlihat unik dimata saya, terdapat enam meja disetiap baris sisi kelas saya dan dan lima untuk dua baris ditengah, berarti masih tersisa dua meja di baris terdepan, dan inilah yang selalu menjadi daya tarik, di sebuah baris diujung kelas selama dua tahun berturut-turut dikelas ini. sisi positif tidak akan dinamakan positif bila tidak ada sisi negatif, maka dari itulah empat gadis ini sering saya sebut dalam hati, pengganggu dunia akhirat, hehe mungkin agak berlebihan ya, baiklah saya ganti Ani dan kawan-kawan, mengapa saya menyebt mereka dalam hati, yah mungkin akan sangat berdampak negatif, karena sedikit saja ulah dari orang yang ada di dekat mereka terkadang bisa menjadi bumerang untuk menyerang dan membuat orang yang berulah itu kapok dengan apa yang akan terjadi pada mereka, bahkan bisa merembat ke teman sebangkunya atau tiga bangku kebelakangnya.

Ya mungkin itu yang menyebabkan Ahmad teman sebangku teman yang duduk dibelakang kami memutuskan pindah ke tengah kelas dan meninggalkan kami bersama edi yang menjadi hal yang terlalu banyak bercanda hingga membuat saya keteteran lagi dalam menangani pelajaran di semester dua kelas tiga SMA, hingga saya dan Aldo memilih duduk di baris paling depan kelas kami di depan Ani dan kawan-kawan, memang duduk didepan membuat saya menjadi lebih jelas dan mudah melihat kepapan tulis, dan menanyakan yang dirasa kurang saya mengerti pada guru mata pelajaran.

Namun ada solusi maka ada resiko yang harus saya tanggung, pada awalnya Aldo merasa kebaratan duduk didepan kelas karena dibelakang kami ada Ani, Tije, dini, dan Tiwi. namun tidak selalu hal-hal negatif yang saya selalu rasakan sejak duduk disana. Banuak juga hal-hal positif seperti mereka kadang membuat kulit wajah saya terlihat lebih kencang karena lebih banyakl tertawa atau tersenyum karena tingkah-tingkah dan becandaan mereka, tapi saya juga bisa beruning tentang pelajaran atau apa saja dengan mereka.

Ternyata masih banyak lagi hal-hal yang membuat saya, merasa rindu dan menginginkan hari-hari itu kembali lagi. teman-teman, guru, penjaga sekolah, adik kelas bila saja mereka membaca cerita ini, saya hanya bisa ucapkan terima kasih, saya tidak bisa memberi apa-apa bahkan sampai terakhir kita berjumpa, terima kasih telah ada dan menghiasi 3 tahun selama saya di SmA. without you I is nothing.

Bukan konsep

Cerita-cerita yang tercipta di blog ini memang berlatar belakang dari kehidupan saya berdasarkan cerita-cerita orang-orang yang menceritakan pengalaman dalam kehidupannya, tapi kebanyakan diantara cerita- tersebut hanyalah khayalan yang seakan-akan terjadi dalam imajenasi saya, bukan konsep melainkan sebuah kreasi natural yang tercipta dalam angan dan otak, sosok diri dalam ceritanya pun saya samarkan dari pengalaman orang aslinya, dan agak dilebih-lebihkan, sekali lagi hal-hal tersebut bukanlah sebiuah konsep akan masa depan yang saya akan tempuh, atau benar-benar menggambarkan diri saya yang sebenarnya.


Minggu, 21 Juni 2009

there's now way to back

Ini adalah minggu kedua saya berada di tempat ini, semua hal yang pada awalnya sangat sulit dirasa kini telah berubah menjadi sebuah alasan untuk tetap bertahan disini, biar hanya pergi ke kampus, belajar dikamar, pergi kewarung beli rokok dan kopi, dan kembali ke kostan dan duduk didepan laptop untuk mengerjakan tugas atau menulis diblog, tapi itu adalah kebebasan yang mungkin tak akan saya rasakan ditempat saya berasal.

semua telah berubah, sempat sesekali saya berimajenasi andai saja saya terlahir disini, apa mungkin saya akan selalu berpikiran seperti ini, selalu merasa nyaman bahkan Geri saja tidak selalu terlihat menikmati kehidupannya dikota ini, Geri adalah salah satu putra ibu Anissa pemilik kostan ini, dia baru saja lulus SMP, dia selalu bersilang pendapat dengan orang tuanya, entah mengapa dia selalu menunjukan sikap tidak kerasan hidup bersama orang tuanya, dia selalu ingin sekali tinggal bersama pamannya dijakarta, saya sempat bertanya padanya dimana tempat tinggal pamannya, ternyata tidak jauh dari rumah nenek saya di bintara, di daerah jakarta timur.

tapi biar bagaimanapun ibu Annisa adalah seorang ibu yang sabar menangani anak yang selalu bermainj diluar rumah seperti Geri, kadang dia mengirimkan kue-kue yang tidak habis setelah selesai arisan atau pengajian dirumahnya, bercerita tentang almarhum suaminya, dan anak keduanya Dwana yang jika dihitung-hitung umurnya sudah sebesar saya dan meninggal karena penyakit ginjal yang akut, saya selalu kasihan mendengar ceritanya, anak pertamanya Andes sudah menikah dan tinggal bersama isteri dan anaknya di Jogja. seperti ditinggal sendirian dengan anak yang tidak pernah mengerti perasaan ibunya pikir saya, namun Ibu anisa tidak terlihat menjadikan semua itu suatu beban, katanya "tinggal satu lagi tugas saya Ram, yaitu membuat Geri sekolah yang tinggi sampai sukses lalu saya hanya tinggal tersenyum melihatnya bahagia dengan kehidupan yang dia inginkan." sebuah kata-kata yang bijak dan selalu saya simpan dan saya akan katakan suatu saat nanti.

hari berganti hari, waktu terus berlalu, dari hanya diam dikamar dan membeli rokok dan kopi diwarung, sekarang sudah merasa dianggap warga disana, ikut kumpul bersama bapak bapak penggila game malam, haha seperti catur remi dan gaple, diajak main bola bersama anak-anak muda sana, sampai membantu menyiapkan acara hari kemerdekaan, kerja bakti,dan lain-lain. Ibu Anissa pun sering meminta bantuan saya menagih iuran kost lumayan dapet penghasilan dari itu sedikit-sedikit, dan lain-lain, namun semua kegiatan itu tidak mengganggu sama sekali kegiatan kampus dan studi saya disini, saya bisa menolak jika saya sedang sibuk mengurus tugas studi saya.

Tidak terasa sudah dua bulan disini, keadaan yang sudah berubah membuat saya semakin kerasan di sini, apalagi sudah banyak teman dan rekan sekampus yang akan selalu ada bila saya sedang kesulitan atau sedang bosan dan tidak ada pekerjaan di kostan, entah apa saya akan merasakan kebosanan dikota ini, kota yang lebih baik untuk disebut kota kembang ini.


perbedaan

sekarang saya sudah berada dikota yang telah saya inginkan, udara sejuk, tata kota yang lebih rapih dari kota sebelumnya, disana banyak sekali hal-hal yang dapat memberi ide untuk membuat sesuatu yang kreatif, tidak heran kota ini selalu menghasilkan seniman-seniman yang berkualitas dan handal, yah biarpun tidak sedikit pengecualian.

disini, ada banyak hal baru yang saya dapat, dari hal-hal yang menyenangkan, mengganggu, membosankan, dan menggugah minat untuk berkreasi, keadaan ekonomi saya disini pun tidak sebaik saat saya masih tinggal bersama orang tua saya, daat dikota asal saya selalu menghambur-hamburkan uang, waktu, sambil memanfaatkan semua fasilitas yang dimiliki dan disediakan oleh orang tua saya, tapi disini saya dipaksa belajar, untuk prihatin mengirit uang, dan harus selalu siap dengan apa yang ada.

biarpun begitu saya tidak pernah merasa terganggu oleh semua itu, semua saya jalani seolah saya terlahir sudah begini dari sananya, dan dengan cara inilah seharusnya manusia hidup, saya selalu melihat bebrapa rekan kampus yang lain yang selalu tebar pesona dengan segala fasilitas yang disediakan secara instant oleh orang tua mereka, namun saya tidak pernah tertarik untuk memiliki gaya hidup seperti mereka, saya selalu berpikir, apa yang akanmereka lakukan apabila suatu hari orangtuanya bangkrut dan mereka tiba-tiba harus menjalani hidup seprihatin seperti saya, apa mereka siap? pertanyaan itu selalu membayang diotak dan hati saya, membuat saya trauma bila memiliki kehidupan yang terlalu berlebihan dimata saya seperti itu, maka dari itu saya merasa bersyukur bila saya merasakan hidup pas-pasan seperti ini, justru terasa tidak ada beban, tak ada tuntutan untuk bergaya, berlagak atau mendapatkan hal yang selalu kita inginkan.

saya tinggal di sudut kota yang tidak terlalu jauh dari tempat kuliah saya, sengaja saya memilih dan tinggal ditempat kost di dekat kampus agar tidak terlalu memakan banyak biaya, kost-an saya terletak di sebuah komplek dengan gang-gang yang tidak terlalu besar, ya mungkin hanya bisa terisi satu mobil dan dua motor, warga disana memiliki tenggang rasa yang sangat tinggi biarpun saya bukan orang asli sini, dan hanya tinggal semantara dikota itu namun mereka selalu mengajak saya bergabung dengan organisasi karang taruna disana, saya benar-benar sangat kagum dengan kondisi yang ada disana, seperti ingin tinggal disana dalam waktu yang sangat lama, sangat berbeda dengan apa yang sudah saya alami selama 11 tahun di kota asal saya, karena saya sempat tinggal di daerah jakarta 7 tahun sebelum saya bertinggal di perumahan saya sebelum pergi ketempat ini, tidak ada warga yang saling membicarakan kevurukan setiap pagi di depan gerobak tukang sayur, pertengkaran antara ibu yang digosipi dan sibiang gosip, perbedaan pendapat yang bisa menghancurkan ideologi beragama yang mengharuskaagama n orang beraliran ini disini dan yang aliran lain disini, mereka sangat berbeda dengan apa yang terjadi disini.

dari segala pengalaman sehari-hari saya disini, saya selalu membuat kesimpulan bahwa "saling pengertian dan kekompakan serta saling menghargai adalah perekat suatu kebersamaan, biar kita sangat berbeda warna saling mengerti dan saling menghargai dan menghotmati akan membuat kita membuat kita serasa memiliki warna yang sama".

mungkin segala perbedaan yang selalu dibesar-besarkanlah yang menjadi suatu inti segala pecpecahan di segala penjuru dunia saat ini, apa akan ada hari dimana sikaya dan simiskin akan tertawa bersama, sikaya dan simiskin saling berbagi cerita dengan canda tanpa memikirkan perbedaan, tanpa harus menjaga imej mereka yang terasa terlalu mahal dan mewah intuk dijadikan bahan untuk berbagi..

semoga ada hari dimana kita bisa saling menhormati segala perbedaan, dimana sikaya dan simsikin, dan semua orang dengan segala perbedaanya saling tertawa bersama bertegur sapa berpelukan dan saling menghargai perbedaan yang mereka miliki.

Selasa, 09 Juni 2009

Jalan Hidup

cerita ini berawal dari perjalanan saya menuju kota kelahiran ibu saya, memang hari itu dingin sekali, hujan turun tak kunjung reda mengiringi saya berjalan menuju perempatan tempat angkutan umum biasanya menunggu penumpangnya, setelah berjalan cukup jauh hujan semakin deras dengan terpaksa saya berlari dengan basah kuyup dengan menggendong tas yang beratnya kira-kira 2 kilograman itu menuju perempatan 19a, ya saya biasa menyebut perempatan tersebut dengan pangkalan 19a karena 19a adalah nomor angkutan umum yang sering transit disana, tak terasa sudah tinggal sedikit lagi, sayapun melebarkan langkah saya menuju angkutan umum yang sudah menyalakan klaksonnya sejak tadi, dengan cepat saya masuk ke dalam mobil merah itu, kebetulan angutan itu kosong, dan saya bisa bersenderan disana, biasanya saya toron di tol timur tapi saya akhir-akhir ini lebih terbiasa naik kereta untuk berpergian jau, biarpun biayanya tidak terlalu jauh berbeda dengan bus tapi entah mengapa saya merasa nyaman untuk berpergian dengan kereta, mungkin karena saya terbiasa naik kereta saat berangkat dan pulang kuliah.

saya adalah mahasiswa universitas negeri yang berada di depok, pada awalnya saya tidak mau meninggalkan rumah dan memutuskan kost dijakarta, karena saya kurang terbiasa dengan kehidupan tanpa keluarga saya, namun karena melihat kondisi dan jarak tempat tinggal saya dengan kampus akhirnya sayua memutuskan untuk kost dijakarta.

tidak terasa saya tertidur di angutan umum tersebut hingga saya terlewat, yang tadinya ingin turun di stasiun malah terbawa sampai terminal, dengan terpaksa saya harus naik angkot lagi kestasiun.setelah sampai disana saya memesan tiket kereta ekonomi AC menuju bandung, hampir saja saya telat karena kereta akan segera lewat 2 menit lagi, dan saya menunggu disamping seorang ibu yang nampaknya ingin pulang kampung karena membawa barang-barang berat, kondisi stasiun saat itu sangat padat untung saja saya langung dapat tempat duduk, akhirnya kereta sampai juga, sayapun berdiri seraya memindahkan posisi tas saya kedepan, memang kereta yang saya naiki ini relatif aman karena penjagaannya ketat tapi langkah saya masih terlalu jauh untuk sampai ke pintu kereta, kesempatan untuk para pencopet untuk mengambil barang masih terbuka lebar.

akhirnya saya memasuki lorong gerbong kereta itu juga, saya duduk di dekat pintu kereta seraya menatap keluar, langit mendung yang tercampur langit senja masih saja terlihat indah kelabu biarpun saya ada dikota yang terkontaminasi polusi cukup tinggi ini, stasiun tampak semakin mengecil seraya kereta mulai menjauh meninggalkan kota bekasi, selalu saya terbayang kenangan indah yang saya rasakan dikota ini, biarpun saya hanya pergi untuk waktu yang yang tidak lama saya selalu memikirkan bagaimana jadinya bila saya tidak bisa kembali ke kota ini karena berbagai alasan tertentu, banyak sekali hal-hal yang saya lewati bersama sahabat orang tua saudara, hingga saya teringat masa kecil saya saat-saat saya tumbuh menjadi dewasa dan sampai saat ini saat saya harus meninggalkan semua itu untuk pergi ke tempat yang asing, tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya bahwa saya harus tinggal ditempat seperti disana.

lama kelamaan saya terbawa suasana gerimis hari itu, gemerincik air hujan diatapo gerbong kereta mengantarkan saya jauh kedalam tidur saya, sejenak saya tertidur terdengar suara petir yang membangunkan saya dari tidur, setelah saya terjaga saya segera menoleh ke kana dan kiri saya ternyata hanya tinggal sekitar sepuluh orangan di gerbong itu, termasuk bapak gemuk yang duduk disamping saya, dia menoleh kearah saya menampakan wajah yang tersipu lucu mungkin dia berfikir saya terhentak kaget saat saya mendengar petir tadi, dan diapun mencolek tangan kanan saya yang memegang tali ransel yang saya letakan dilantai gerbong, awalnya saya tidak mau menengok, saya berpikiran bapak itu memiliki maksud jahat kepada saya, dan saat dia mencolek saya untuk kedua kalinya bapak itu menyapa "hey, de jam berapa ya?" katanya huft saya merasa lega karena saya kira dia memiliki maksud jahat, "jam setengah tujuh pak" jawab saya sambil menunjukan wajah yang tersenyum sedikit, sambil mencubit tangan kiri saya memastikan bahwa bapak itu tidak menghipnotis saya, "haha bodoh" pikir saya sambil tersenyum sendirian, lalu bapak itu kembali menegur saya " kenapa de kok mesem-mesem sendirian gitu?tadi saat naik kereta nampak lesu sekali." katanya. "hoh gapapa kok pak" jawab saya sambil sedikit tertawa padanya, itulah awal perkenalan saya dengan pak Alfa, setelah pembicaraan itu saya ngobrol banyak soal kehidupan, berawal dari politik sampai ke masalah perfilman. ternyata wawasan pak Alfa inisangat luas, setelah kami lama mengobrol saya baru tahu kalau bapak ini adalah seorang wartawan suatu surat kabar yang terkenal dikota kami, dia bertujuan kebandung ingin meneliti sebuah universitas swasta yang ingin menggelar acara seni disana, kebetulan saya adalah penggemar musik begitupun dia kami langsung nambung begitu saja, yah normal lah kami menyukai selera musik yang sama, biar sudah memiliki seorang anak yang berusia seumuran saya ternyata pak Alfa ini memiliki selera musik yang tinggi.

setelah melalui pembicaraan yang panjang akhirnya kami menuju ke sebuah topik yang sebenarnya sangat tidak ingin saya bahas. dia menanyakan mengapa saya terlihat sangat gembira sedangkan saat saya menaiki kereta saya terlihat sangat datar?. saya akhirnya bercerita tentang kejadian yang seharusnya saya lupakan untuk selama-lamanya. ini sih sebenarnya kembali kepada cerita cerita cinta yang penuh dengan perdebatan dan akhir yang sangat menyedihkan, saya adalah orang yang baru mengenal cinta saat cerita ini baru dimulai, biarpun saya sudah beberapa kali menjalin hubungan namun saya masih belum menemukan apa sih arti dari makna cinta itu sebenarnya, sampai pada saat saya bertemu dengan seorang adik kelas saat saya kelas 3 sma, begitulah kami berkenalan, saling kirim pesan lewat handphone, jalan dan pergi ke bioskop, dan akhirnya kami menjalin komitmen untuk berpacaran, di bulan pertama saya sangat terasa indah, semua kami lalui bersama, semua kami jalani dan selesaikan dengan sangat mudah, segala hal berubah saat dibulan kedua karena saya berfokus pada ujian akhir sekolah saya, namun waktu untuk bertelepon dan bertemu sedikit berkurang, saat saya uan saya kira tidak ada yang berubah, semua jadi semakin tersasa berbeda saat dibulan ketiga sekal;igus bulan terakhir kami berpacaran dia menjadi semakin menjauh, ya awalnya saya maklumi karena dia sedang menuju proses Ujian semester bersertya ujian praktiknya, dan lama-kelamaan dia terus mencari alasan yang berbedsa dan beragam untuk tidak berkomunikasi dengan saya, dan konfliknya adalah saat dia berbohong pada saat terakhir kalinya kami bertemu di teras rumahnya saya bertanya ada apa sebenarnya? apakah kamu mau mengakhiri hubungan ini? dia mengaku tidak terjadi apa-apa semua berjalan seperti biasa, dan dia akhirnya menyuruh saya pulang karena ingin mengerjakan tuga, namun saat siang hari dia dia mengirim pesan yang menyatakan untuk berpisah entah karena alasan apa.. yang jelas mulai saat itu saya selalu mencoba untuk melupakannya mencoba untuk membencinya, dan tidak pernah sama sekali mempercayai akan adanya cinta, mulai pada saat itu pula saya selalu bersikap dingin dengan orang-orang tertentu dalam hidup saya, sehingga beberapa orang membenci dan memusuhi saya karena pilihan jalan hidup saya ini, semuanya saya ceritakan kepada pak Alfa dia adalah pendengar yang baik dan banyak memberi saran kepada namun hanya sepintas saja terbayang di kepala saya karena sangat berbenturan dengan sifat saya, diapun bercerita tenteang sebuah jalan hidupnya.

Alfa kecil lahir di menteng Jakarta, dia hidup dalam suasana keluarga yang terdengar nyaman karena dia saat lahir dia memiliki empat orang kakak, dan setelah itu dia memiliki dua orang adik, sebuah keluarga yang bahagia mengingat keluarga saya hanya terdiri dari lima orang termasuk dengan orang tua saya, namun tak seluruh keluarganya bisa menemaninya hingga dewasa, adik paling bungsunya meninggal saat dia sedang meneruskan pendidikannya di SMA, sedangkan ayahnya sudah pergi lebih dahulu karena penyakit kanker saat dia kelas 2 SMP, pak Alfa harus sudah membantu orang tuanya serta kakaknya untuk mencari uang untuk membantu membiayai pendidikan serta biaya hidup keluarganya sehari-hari, menimba air mengisi bak untuk mandi pagi keluarganya sehari-hari adalah suatu kewajiban yang dia sadari sendiri sejak masih di kelas 5 SD, kehidupannya dipenuhi pahit getir yang selalu datang silih berganti, diakibatkan utang dan kelakuan saudara-saudarinya yang beragam beruntunglah dia diasuh dengan baik oleh ibunya, Ibunya hanya seorang penjahit yanghanya dapat pelanggan dua atau tiga kali dalam sehari, maklum di daerah tempat tinggalnya saat itu sedang banyak-banyaknya orang embuka usaha jahit dan kuli cuci, berbagai pekerjaan telah dilakoninya, menjual permen, es, manjual koran yang menjadi cikal bakal cita-citanya hingga saat ini, wawasan yang luas karena pekerjaan itu membuat dirinya semakin termotivasi untuk maju dan selalu bangkit dalam setiap masalah dalam hidupnya.

Tak salah lah dirinya mendapatkan apa yang dirinya mau karena segala pengorbananya untuk keluarga sarta dirinya sendiri diiringi oleh ibadah yang rajin yang membuat dirinya selalu kuat.

biarpun begitu Alfa muda bukanlah orang yang tidak supel dalam bergaul. biarpun dirumah dia adalah anak yang terlihat pendiam, namun diluar dia adalah seorang remaja yang aktif dalam segala hal yang berbau positif, Karang Taruna didaerahnya, Osis disekolahnya, terus dia lakoni hingga banyak sekali orang yang berteman dan menyukainya, keadaan sosial dan segala keterbatasan ekonomi tidak pernah membuat dirinya sedikitpun minder, dia terus mencoba sesuatu yang baru dalam hidupnya agar menambah wawasan serta pengalaman dalam perjalanan hidupnya, biarpun begitu Alfa bukanlah orang yang terlalu menonjol dalam kelas dirinya hanya anak biasa yang tidak terlalu bisa bersaing dalam pelajaran di sekolah saat SMA.

Untunglah ada Gladis seorang teman sebangku yang selalu menjelaskan apa yang tidak terlalu dirinya mengerti dalam mengerjakan soal dan PR, mereka selalu sebangku sejak kelas 2 SMA, kebetulan Alfa sekolah di SMA yang baru sehingga dia adalah angkatan pertama yang memiliki keterbatasan siswa, mereka selalu sebangku, sampai lulus SMA.

Inilah awal dari inti dari hal yang ingin dia ceritakan pada saya, Alfa dan gadis biarpun mereka sebangku, saat awal kelas 2 mereka tidak terlalu dekat di luar kelas serta sekolah, maka dari itu mulailah ada rasa ketertarika Alfa pada Gladis, dirinya selalu ingin dekat dengan Gladis, seiring dengan berjalannya waktu Gladis pun mulai tertari pada Alfa entah karena apa, mungkin Alfa adalah seorang remaja yang menarik dan mudah akrab dengan orang yang baru dikenalnya, mereka akhirnya dekat, dan semakin dekat, Alfa sering sekali mengantar Gladis pulang dengan sepeda ontelnya, terkadang mereka mampir dulu di lapangan serba guna untuk makan kerak telor dan minum limun, mereka jadi sering saling meluangkan waktu, jalan-jalan ke kota, monas, dan ragunan untuk mengisi waktu luang, sehingga suatu hari saat pulang jalan-jalan Alfa menyatakan perasaan suka yang selama ini dirinya simpan kepada Gladis, Gladis pun langsung mengiyakan dan semenjak saat itu mereka menjalin hubungan yang tidak pernah mau Pak Alfa bilang berpacaran, haha entah mengapa dia tidak mau mengarakan kata pacar sama sekali saat itu, mereka adalah pasanga yang sangat gembira, sayapun sangat iri stelah mendengar kisah kisahnya saat setahun awal mereka saling menjalin hubungan, sama seperti yang saya alami mereka semakin jarang bertemu saat diakhir masa SMA-nya, Gladis yang merasa Alfa sudah bisa belajar sendiri membiarkan semua berjalan layaknya anak SMA yang sedang menuju Ujian akhir, Tiga bulan berlalu saat mereka menjadi jarang bertemu tak terasa EBTA hanya tinggal beberapa hari, mereka jadi semakin jarang dan bahkan mulai kehilangan waktu untuk bersama, tak terasa Ujian sudah selsai, Alfa kembali ingin mendekatkan diri pada Gladis, namun apa yang terjadi, Gladis tenyata sudah memiliki pilihannya sendiri, seorang mahasiswa Universitas kesenian yang berada di jakarta, betapa remuknya hati Alfa setelah mengetahui hal tersebut, namun disinilah letak perbedaanya dengan saya, Alfa mencoga bangkit setelah apa yang telah terjadi padanya dia semakin menancapkan gasnya untuk menjadi seorang jurnalist seperti apa yang telah ia cita-citakan sejak kecil, terus beusaha melupakan pahit-pahitnya masa SMA dengan mencoba merubah dirinya menjadi lebih baik, berusaha belajar dari pengalaman yang telah terjadi. Kuliah di luar kota, bukan untuk melupakan hal tersebut, namun untuk menamabah ilmu, Alfa ingin sekali merubah nasib keluarga besarnya dan membesarkan nama mereka dimata masyarakat, dan Akhirnya alfa berhasil dia langsung melamar pekerjaan di sebuah surat kabar kecil, dan terus dipromosikan ke bidang-bidang yang lain, pengalaman-serta pengalaman yang silih berganti datang dan pergi membuat dirinya kebal akan hal itu, Alfa selalu menganggap hal yang dilewatinya adalah cobaan yag membuat dirinya yang tadinya positif menjadi semakin positif, hingga suata hari dia menemukan orang yang pantas untuk menemani hidupnya hingga akhir perjalanan dalam hidupnya.

" kesedihan, dan keputus asaan bukan hal terbaik, yang bisa kita lakukan saat menghadapu masalah de, biar sebagaimanapun beratnya." katanya pada saya, kini saya harus sadar hidup ini bukanlah hanya jalan lurus semata, melainkan jalan bercabang dan berliku, ya, untuk menemukan jalan mana yang terbaik dalam hidup, hanya kita sendiri yang tau, bukan orang tua, teman, pacar, atau siapala itu.

tiba-tiba lampu kereta matu sejenak diiringi suara petir yang lebih keras dari yang pertama, tak sadar saya terbangun, entah apa yang terjadi bapak Alfa sudah tidak ada di kursinya, hanya ada kertas bertulisakan " kesedihan, dan keputus asaan bukan hal terbaik, yang bisa kita lakukan saat menghadapu masalah de, biar sebagaimanapun beratnya."saya terbingung-bingung dalam terjaga, apa yang sebenarnmya taerjadi sejak tadi apakah saya terbangun atau Pak Alfa itu hanya mimpi belaka, sudahlah biar bagaimanapun bapak tua itu telah mengajarkan dan menceritakan sebuah perjalanan hidup yang dapat memotivasi saya dalam melangkah diatas jalan hidup yang bercabang dan berliku.

New concept of my life

dengan tidak memandang masa lalu sekarang saya berusaha memperbaharui pola hidup yang selama ini gw jalanin dan menenggelamkan gw...karena baru saat inilah gw baru bisa bilang perjalanan hidup gw akan baru dimulai...

Senin, 08 Juni 2009

dan akhirnya

gw putus sama amel emang si cukup menyita banyak waktu dan hal-hal bodoh yang terpikirkan tapi...yah buat apa gw mikirin seseorang yang udah ga mau mikirin gw..dan satu pengalaman hidup gw dapetin, seperti apa yang dibilang sama mantan gw sebelum amel, lo harus belajar berubah dari pengalaman-pengalaman lo, ia gw akan selalu ikutin itu, gw bakal lakuin apa yang harus gw lakuin buat masa depan gw dengan konsep baru dalam hidup gw gw akan bertahan

emang gw akuin gw salah jalan setiap ngejalin hubungan, gw slalu ngonsep future dan lihat masa lalu, kalo gw masih pake jalan itu besok-besok gw pasti sakit hati, makanya gw ga akan terlalu memikirkan atau ngasih seluruh dari diri gw buat pasangan gw dimasa yang akan datang, biar ga akan kerepotan mikirin konsep yang gw udah pikirin saat menjalin hubungan sama orang yang ga sepantesnya gw sayangin, gw bkal selalu benci sama mantan-mantan gw dan buang semua kenangan itu sampai gw tenang kayak gini, gw akan terus melangkah menjalani roda pedati kehidupan, lalui kegelisahan, mencari keseimbangan, mengisi ketiadaan dikepala dan di dada...