mari mencari kita mencari..

Selasa, 09 Juni 2009

Jalan Hidup

cerita ini berawal dari perjalanan saya menuju kota kelahiran ibu saya, memang hari itu dingin sekali, hujan turun tak kunjung reda mengiringi saya berjalan menuju perempatan tempat angkutan umum biasanya menunggu penumpangnya, setelah berjalan cukup jauh hujan semakin deras dengan terpaksa saya berlari dengan basah kuyup dengan menggendong tas yang beratnya kira-kira 2 kilograman itu menuju perempatan 19a, ya saya biasa menyebut perempatan tersebut dengan pangkalan 19a karena 19a adalah nomor angkutan umum yang sering transit disana, tak terasa sudah tinggal sedikit lagi, sayapun melebarkan langkah saya menuju angkutan umum yang sudah menyalakan klaksonnya sejak tadi, dengan cepat saya masuk ke dalam mobil merah itu, kebetulan angutan itu kosong, dan saya bisa bersenderan disana, biasanya saya toron di tol timur tapi saya akhir-akhir ini lebih terbiasa naik kereta untuk berpergian jau, biarpun biayanya tidak terlalu jauh berbeda dengan bus tapi entah mengapa saya merasa nyaman untuk berpergian dengan kereta, mungkin karena saya terbiasa naik kereta saat berangkat dan pulang kuliah.

saya adalah mahasiswa universitas negeri yang berada di depok, pada awalnya saya tidak mau meninggalkan rumah dan memutuskan kost dijakarta, karena saya kurang terbiasa dengan kehidupan tanpa keluarga saya, namun karena melihat kondisi dan jarak tempat tinggal saya dengan kampus akhirnya sayua memutuskan untuk kost dijakarta.

tidak terasa saya tertidur di angutan umum tersebut hingga saya terlewat, yang tadinya ingin turun di stasiun malah terbawa sampai terminal, dengan terpaksa saya harus naik angkot lagi kestasiun.setelah sampai disana saya memesan tiket kereta ekonomi AC menuju bandung, hampir saja saya telat karena kereta akan segera lewat 2 menit lagi, dan saya menunggu disamping seorang ibu yang nampaknya ingin pulang kampung karena membawa barang-barang berat, kondisi stasiun saat itu sangat padat untung saja saya langung dapat tempat duduk, akhirnya kereta sampai juga, sayapun berdiri seraya memindahkan posisi tas saya kedepan, memang kereta yang saya naiki ini relatif aman karena penjagaannya ketat tapi langkah saya masih terlalu jauh untuk sampai ke pintu kereta, kesempatan untuk para pencopet untuk mengambil barang masih terbuka lebar.

akhirnya saya memasuki lorong gerbong kereta itu juga, saya duduk di dekat pintu kereta seraya menatap keluar, langit mendung yang tercampur langit senja masih saja terlihat indah kelabu biarpun saya ada dikota yang terkontaminasi polusi cukup tinggi ini, stasiun tampak semakin mengecil seraya kereta mulai menjauh meninggalkan kota bekasi, selalu saya terbayang kenangan indah yang saya rasakan dikota ini, biarpun saya hanya pergi untuk waktu yang yang tidak lama saya selalu memikirkan bagaimana jadinya bila saya tidak bisa kembali ke kota ini karena berbagai alasan tertentu, banyak sekali hal-hal yang saya lewati bersama sahabat orang tua saudara, hingga saya teringat masa kecil saya saat-saat saya tumbuh menjadi dewasa dan sampai saat ini saat saya harus meninggalkan semua itu untuk pergi ke tempat yang asing, tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya bahwa saya harus tinggal ditempat seperti disana.

lama kelamaan saya terbawa suasana gerimis hari itu, gemerincik air hujan diatapo gerbong kereta mengantarkan saya jauh kedalam tidur saya, sejenak saya tertidur terdengar suara petir yang membangunkan saya dari tidur, setelah saya terjaga saya segera menoleh ke kana dan kiri saya ternyata hanya tinggal sekitar sepuluh orangan di gerbong itu, termasuk bapak gemuk yang duduk disamping saya, dia menoleh kearah saya menampakan wajah yang tersipu lucu mungkin dia berfikir saya terhentak kaget saat saya mendengar petir tadi, dan diapun mencolek tangan kanan saya yang memegang tali ransel yang saya letakan dilantai gerbong, awalnya saya tidak mau menengok, saya berpikiran bapak itu memiliki maksud jahat kepada saya, dan saat dia mencolek saya untuk kedua kalinya bapak itu menyapa "hey, de jam berapa ya?" katanya huft saya merasa lega karena saya kira dia memiliki maksud jahat, "jam setengah tujuh pak" jawab saya sambil menunjukan wajah yang tersenyum sedikit, sambil mencubit tangan kiri saya memastikan bahwa bapak itu tidak menghipnotis saya, "haha bodoh" pikir saya sambil tersenyum sendirian, lalu bapak itu kembali menegur saya " kenapa de kok mesem-mesem sendirian gitu?tadi saat naik kereta nampak lesu sekali." katanya. "hoh gapapa kok pak" jawab saya sambil sedikit tertawa padanya, itulah awal perkenalan saya dengan pak Alfa, setelah pembicaraan itu saya ngobrol banyak soal kehidupan, berawal dari politik sampai ke masalah perfilman. ternyata wawasan pak Alfa inisangat luas, setelah kami lama mengobrol saya baru tahu kalau bapak ini adalah seorang wartawan suatu surat kabar yang terkenal dikota kami, dia bertujuan kebandung ingin meneliti sebuah universitas swasta yang ingin menggelar acara seni disana, kebetulan saya adalah penggemar musik begitupun dia kami langsung nambung begitu saja, yah normal lah kami menyukai selera musik yang sama, biar sudah memiliki seorang anak yang berusia seumuran saya ternyata pak Alfa ini memiliki selera musik yang tinggi.

setelah melalui pembicaraan yang panjang akhirnya kami menuju ke sebuah topik yang sebenarnya sangat tidak ingin saya bahas. dia menanyakan mengapa saya terlihat sangat gembira sedangkan saat saya menaiki kereta saya terlihat sangat datar?. saya akhirnya bercerita tentang kejadian yang seharusnya saya lupakan untuk selama-lamanya. ini sih sebenarnya kembali kepada cerita cerita cinta yang penuh dengan perdebatan dan akhir yang sangat menyedihkan, saya adalah orang yang baru mengenal cinta saat cerita ini baru dimulai, biarpun saya sudah beberapa kali menjalin hubungan namun saya masih belum menemukan apa sih arti dari makna cinta itu sebenarnya, sampai pada saat saya bertemu dengan seorang adik kelas saat saya kelas 3 sma, begitulah kami berkenalan, saling kirim pesan lewat handphone, jalan dan pergi ke bioskop, dan akhirnya kami menjalin komitmen untuk berpacaran, di bulan pertama saya sangat terasa indah, semua kami lalui bersama, semua kami jalani dan selesaikan dengan sangat mudah, segala hal berubah saat dibulan kedua karena saya berfokus pada ujian akhir sekolah saya, namun waktu untuk bertelepon dan bertemu sedikit berkurang, saat saya uan saya kira tidak ada yang berubah, semua jadi semakin tersasa berbeda saat dibulan ketiga sekal;igus bulan terakhir kami berpacaran dia menjadi semakin menjauh, ya awalnya saya maklumi karena dia sedang menuju proses Ujian semester bersertya ujian praktiknya, dan lama-kelamaan dia terus mencari alasan yang berbedsa dan beragam untuk tidak berkomunikasi dengan saya, dan konfliknya adalah saat dia berbohong pada saat terakhir kalinya kami bertemu di teras rumahnya saya bertanya ada apa sebenarnya? apakah kamu mau mengakhiri hubungan ini? dia mengaku tidak terjadi apa-apa semua berjalan seperti biasa, dan dia akhirnya menyuruh saya pulang karena ingin mengerjakan tuga, namun saat siang hari dia dia mengirim pesan yang menyatakan untuk berpisah entah karena alasan apa.. yang jelas mulai saat itu saya selalu mencoba untuk melupakannya mencoba untuk membencinya, dan tidak pernah sama sekali mempercayai akan adanya cinta, mulai pada saat itu pula saya selalu bersikap dingin dengan orang-orang tertentu dalam hidup saya, sehingga beberapa orang membenci dan memusuhi saya karena pilihan jalan hidup saya ini, semuanya saya ceritakan kepada pak Alfa dia adalah pendengar yang baik dan banyak memberi saran kepada namun hanya sepintas saja terbayang di kepala saya karena sangat berbenturan dengan sifat saya, diapun bercerita tenteang sebuah jalan hidupnya.

Alfa kecil lahir di menteng Jakarta, dia hidup dalam suasana keluarga yang terdengar nyaman karena dia saat lahir dia memiliki empat orang kakak, dan setelah itu dia memiliki dua orang adik, sebuah keluarga yang bahagia mengingat keluarga saya hanya terdiri dari lima orang termasuk dengan orang tua saya, namun tak seluruh keluarganya bisa menemaninya hingga dewasa, adik paling bungsunya meninggal saat dia sedang meneruskan pendidikannya di SMA, sedangkan ayahnya sudah pergi lebih dahulu karena penyakit kanker saat dia kelas 2 SMP, pak Alfa harus sudah membantu orang tuanya serta kakaknya untuk mencari uang untuk membantu membiayai pendidikan serta biaya hidup keluarganya sehari-hari, menimba air mengisi bak untuk mandi pagi keluarganya sehari-hari adalah suatu kewajiban yang dia sadari sendiri sejak masih di kelas 5 SD, kehidupannya dipenuhi pahit getir yang selalu datang silih berganti, diakibatkan utang dan kelakuan saudara-saudarinya yang beragam beruntunglah dia diasuh dengan baik oleh ibunya, Ibunya hanya seorang penjahit yanghanya dapat pelanggan dua atau tiga kali dalam sehari, maklum di daerah tempat tinggalnya saat itu sedang banyak-banyaknya orang embuka usaha jahit dan kuli cuci, berbagai pekerjaan telah dilakoninya, menjual permen, es, manjual koran yang menjadi cikal bakal cita-citanya hingga saat ini, wawasan yang luas karena pekerjaan itu membuat dirinya semakin termotivasi untuk maju dan selalu bangkit dalam setiap masalah dalam hidupnya.

Tak salah lah dirinya mendapatkan apa yang dirinya mau karena segala pengorbananya untuk keluarga sarta dirinya sendiri diiringi oleh ibadah yang rajin yang membuat dirinya selalu kuat.

biarpun begitu Alfa muda bukanlah orang yang tidak supel dalam bergaul. biarpun dirumah dia adalah anak yang terlihat pendiam, namun diluar dia adalah seorang remaja yang aktif dalam segala hal yang berbau positif, Karang Taruna didaerahnya, Osis disekolahnya, terus dia lakoni hingga banyak sekali orang yang berteman dan menyukainya, keadaan sosial dan segala keterbatasan ekonomi tidak pernah membuat dirinya sedikitpun minder, dia terus mencoba sesuatu yang baru dalam hidupnya agar menambah wawasan serta pengalaman dalam perjalanan hidupnya, biarpun begitu Alfa bukanlah orang yang terlalu menonjol dalam kelas dirinya hanya anak biasa yang tidak terlalu bisa bersaing dalam pelajaran di sekolah saat SMA.

Untunglah ada Gladis seorang teman sebangku yang selalu menjelaskan apa yang tidak terlalu dirinya mengerti dalam mengerjakan soal dan PR, mereka selalu sebangku sejak kelas 2 SMA, kebetulan Alfa sekolah di SMA yang baru sehingga dia adalah angkatan pertama yang memiliki keterbatasan siswa, mereka selalu sebangku, sampai lulus SMA.

Inilah awal dari inti dari hal yang ingin dia ceritakan pada saya, Alfa dan gadis biarpun mereka sebangku, saat awal kelas 2 mereka tidak terlalu dekat di luar kelas serta sekolah, maka dari itu mulailah ada rasa ketertarika Alfa pada Gladis, dirinya selalu ingin dekat dengan Gladis, seiring dengan berjalannya waktu Gladis pun mulai tertari pada Alfa entah karena apa, mungkin Alfa adalah seorang remaja yang menarik dan mudah akrab dengan orang yang baru dikenalnya, mereka akhirnya dekat, dan semakin dekat, Alfa sering sekali mengantar Gladis pulang dengan sepeda ontelnya, terkadang mereka mampir dulu di lapangan serba guna untuk makan kerak telor dan minum limun, mereka jadi sering saling meluangkan waktu, jalan-jalan ke kota, monas, dan ragunan untuk mengisi waktu luang, sehingga suatu hari saat pulang jalan-jalan Alfa menyatakan perasaan suka yang selama ini dirinya simpan kepada Gladis, Gladis pun langsung mengiyakan dan semenjak saat itu mereka menjalin hubungan yang tidak pernah mau Pak Alfa bilang berpacaran, haha entah mengapa dia tidak mau mengarakan kata pacar sama sekali saat itu, mereka adalah pasanga yang sangat gembira, sayapun sangat iri stelah mendengar kisah kisahnya saat setahun awal mereka saling menjalin hubungan, sama seperti yang saya alami mereka semakin jarang bertemu saat diakhir masa SMA-nya, Gladis yang merasa Alfa sudah bisa belajar sendiri membiarkan semua berjalan layaknya anak SMA yang sedang menuju Ujian akhir, Tiga bulan berlalu saat mereka menjadi jarang bertemu tak terasa EBTA hanya tinggal beberapa hari, mereka jadi semakin jarang dan bahkan mulai kehilangan waktu untuk bersama, tak terasa Ujian sudah selsai, Alfa kembali ingin mendekatkan diri pada Gladis, namun apa yang terjadi, Gladis tenyata sudah memiliki pilihannya sendiri, seorang mahasiswa Universitas kesenian yang berada di jakarta, betapa remuknya hati Alfa setelah mengetahui hal tersebut, namun disinilah letak perbedaanya dengan saya, Alfa mencoga bangkit setelah apa yang telah terjadi padanya dia semakin menancapkan gasnya untuk menjadi seorang jurnalist seperti apa yang telah ia cita-citakan sejak kecil, terus beusaha melupakan pahit-pahitnya masa SMA dengan mencoba merubah dirinya menjadi lebih baik, berusaha belajar dari pengalaman yang telah terjadi. Kuliah di luar kota, bukan untuk melupakan hal tersebut, namun untuk menamabah ilmu, Alfa ingin sekali merubah nasib keluarga besarnya dan membesarkan nama mereka dimata masyarakat, dan Akhirnya alfa berhasil dia langsung melamar pekerjaan di sebuah surat kabar kecil, dan terus dipromosikan ke bidang-bidang yang lain, pengalaman-serta pengalaman yang silih berganti datang dan pergi membuat dirinya kebal akan hal itu, Alfa selalu menganggap hal yang dilewatinya adalah cobaan yag membuat dirinya yang tadinya positif menjadi semakin positif, hingga suata hari dia menemukan orang yang pantas untuk menemani hidupnya hingga akhir perjalanan dalam hidupnya.

" kesedihan, dan keputus asaan bukan hal terbaik, yang bisa kita lakukan saat menghadapu masalah de, biar sebagaimanapun beratnya." katanya pada saya, kini saya harus sadar hidup ini bukanlah hanya jalan lurus semata, melainkan jalan bercabang dan berliku, ya, untuk menemukan jalan mana yang terbaik dalam hidup, hanya kita sendiri yang tau, bukan orang tua, teman, pacar, atau siapala itu.

tiba-tiba lampu kereta matu sejenak diiringi suara petir yang lebih keras dari yang pertama, tak sadar saya terbangun, entah apa yang terjadi bapak Alfa sudah tidak ada di kursinya, hanya ada kertas bertulisakan " kesedihan, dan keputus asaan bukan hal terbaik, yang bisa kita lakukan saat menghadapu masalah de, biar sebagaimanapun beratnya."saya terbingung-bingung dalam terjaga, apa yang sebenarnmya taerjadi sejak tadi apakah saya terbangun atau Pak Alfa itu hanya mimpi belaka, sudahlah biar bagaimanapun bapak tua itu telah mengajarkan dan menceritakan sebuah perjalanan hidup yang dapat memotivasi saya dalam melangkah diatas jalan hidup yang bercabang dan berliku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar